Rabu, 30 Maret 2011

PINDAH PANAS KONVEKSI PADA BERBAGAI JENIS BAHAN CAIR

Praktikum ke-1 Hari/Tanggal : Rabu/24 Maret 2010

m.k. Teknologi Pengolahan Hasil Perairan Asisten : Idmar Deki

PINDAH PANAS KONVEKSI PADA

BERBAGAI JENIS BAHAN CAIR

Disusun oleh:

Suhana Sulastri C34070078

Kelompok 1

Small Logo IPB Hitam

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan proses diperlukan pemasukan atau pengeluaran ka1or untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk pemrosesan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm.

Penggunaan energi dalam bentuk kalor sangat banyak ditemukan dalam kehidupan sehari - hari seperti memasak makanan, ruang pemanas atau pendingin dan lain-lain. Temperatur merupakan ukuran mengenai panas atau dinginnya benda. Temperatur merupakan sifat sistem yang menentukan apakah sistem berada dalam kedaaan kesetimbangan dengan sistem lain.

Jika dua sistem dengan temperatur yang berbeda diletakkan dalam kontak termal, maka kedua sistem tersebut pada akhirnya akan mencapai temperatur yang sama. Jika dua sistem dalam kesetimbangan termal dengan sistem ketiga, maka mereka berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain

Istilah lain yang sering didengar dalam proses perpindahan panas ialah kalor. Kalor merupakan transfer energi dari satu benda ke benda lain karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan ka1or dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran ka1or untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk pengerjaan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan ja1an pemasukan atau pengeluaran ka1or. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Disamping perubahan kimia, keadaan ini dapat juga merupakan pengerjaan secara a1ami (Masytitah dan Haryanto 2006).

Unit operasi dalam dalam suatu proses industri pangan terjadi pemasukan dan pengeluaran panas yang terjadi di dalam bahan makanan. Hal itu terjadi bila ada proses pemindahan panas dari suatu media ke media lain. Proses pengeluaran panas akan banyak dijumpai dalam proses pendinginan produk pangan segar, seperti sayuran, buah-buahan, daging, susu telur dan produk perikanan (Winarno 2007). Pada saat panas dikeluarkan dari produk pangan, produk pangan akan mengalami perubahan fisik dan kimia serta daya simpan. Produk akan mengalami penurunan suhu, kecepatan reaksi biokimia menurun, energi yang digunakan oleh produk juga menurun, akibatnya produk tetap segar dengan daya simpan yang meningkat.

Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini adalah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimiliki sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula halnya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin.

Perpindahan kalor dari suatu bahan ke bahan lain dapat terjadi secara konveksi, konduksi maupun radiasi, hal ini tergantung dari teknologi yang digunakan pada proses pengolahan. Bahan yang digunakan pada proses pengolahan dalam industri bermacam-macam, baik logam, padatan, kayu maupun cairan. Bahan-bahan tersebut memiliki kecepatan pindah panas yang berbeda-beda. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui karakteristik dari bahan-bahan pangan yang digunakan dalam proses pengolahan yang menggunakan suhu.

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum “Pindah Panas Konveksi Pada Berbagai Jenis Bahan Cair” ini antara lain :

1. Mengetahui kalor jenis dari berbagai jenis bahan cair.

2. Mengetahui koefisien pindah panas konveksi dari berbagai bahan cair yang berbeda.

3. Membandingkan laju pindah panas konveksi dari berbagai bahan cair yang berbeda.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kalor

Ada suatu perbedaan antara kalor (heat) dan energi dalam dari suatu bahan. Kalor hanya digunakan bila menjelaskan perpindahan energi dari satu tempat ke yang lain. Kalor adalah energi yang dipindahkan akibat adanya perbedaan temperature sedangkan energi dalam (termis) adalah energi karena temperaturnya. Kalor merupakan salah satu bentuk energi dan kalor merupakan transfer energi dari satu benda ke benda lain karena adanya perbedaan temperatur (Masytitah dan Haryanto 2006).

Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini adalah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimi1iki sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula halnya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin (Kern 1950). Perpindahan suhu tersebut disebut driving force yang memungkinkan panas berpindah. Tanpa adanya perbedaan suhu tidak mungkin terjadi pemindahan panas. Panas mengalir dari bahan yang lebih panas ke bahan yang lebih dingin. Proses pengeluaran panas akan banyak dijumpai dalam proses pendinginan prosduk pangan (Winarno 2007).

Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan mengukur suhu benda tersebut. Jika suhunya tinggi maka kalor yang dikandung oleh benda sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah maka kalor yang dikandung sedikit.

Berdasarkan hasil percobaan yang sering dilakukan dapat diketahui bahwa besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda(zat) bergantung pada 3 faktor yaitu massa zat, jenis zat (kalor jenis) dan perubahan suhu sehingga secara matematis dapat dirumuskan :

Q = m.c.(t2 – t1)

Dimana :

Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)

m adalah massa benda (kg)

c adalah kalor jenis (J/kg 0C)

(t2-t1) adalah perubahan suhu (C)

Pemindahan panas merupakan gabungan ilmu teknik fisik dan kimia, dan bila diterapkan pada bahan pangan akan banyak mempengaruhi mutu bahan pangan dan makanan yang dihasilkan. Aplikasi pemberian panas ke dalam bahan pangan, dapat diatur supaya prosesnya dapat dikehendaki sebaik mungkin (Tanaka 1980).

2.1.1 Kalor jenis

Kalor jenis (Specific heat) didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu unit massa pada peningkatan satu derajat celcius. Secara umum, energi ini bergantung pada bagaimana prosesnya terjadi (Çengel dan Turner 2001). Secara fisika, kalor jenis pada volume konstan Cv dapat dikatakan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu unit massa dari substansi setiap satu derajat sedangkan volume dibuat konstan Unit umum untuk kalor jenis adalah kJ/kgºC atau kJ/kg K. Kedua unit ini identik karena ∆T(ºC) = ∆T(K), dan perubahan 1ºC dalam suhu ekivalen dengan perubahan 1 K. Kalor jenis kadang kala dalam molar basis (Holman 1987).

Adapun nilai kalor jenis untuk beberapa bahan pada suhu 25 ˚C dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai kalor jenis beberapa bahan pada suhu 25 ˚C

Bahan

c (kal/gr. Co)

Bahan

c (kal/gr. Co)

Aluminium

0,215

Kuningan

0,092

Tembaga

0,0924

Kayu

0,41

Emas

0,0308

Glas

0,200

Besi

0,107

Es (-5 C)

0,50

Timbal

0,0305

Alkohol

0,58

Perak

0,056

Air Raksa

0,033

Silikon

0,056

Air (15 C)

1,00

2.1.2 Kalor laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair (mencair), cair menjadi uap (mendidih) dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah :

Q = m L

dimana L adalah kalor laten.

Jumlah energi yang diabsorsi atau dilepaskan sepanjang proses perubahan bentuk disebut kalor laten. Lebih spesifik, jumlah energi yang diserap selama pencairan disebut fusi kalor laten dan ekivalen dengan jumlah energi yang dikeluarkan selama pembekuan. Besar kalor laten bergantung pada suhu atau tekanan saat perubahan bentung sedang terjadi. Pada tekanan 1 atm, kalor jenis fusi air adalah 333,7 kJ/kg dan kalor laten penguapan adalah 2257.1 kJ/kg. Selama proses perubahan bentuk, tekanan dan suhu secara nyata bergantung pada komponen-komponennya, dan berhubungan nyata (Çengel dan Turner 2001).

2.2 Pindah Panas

Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi. Dalam industri pangan ada proses yang dapat dimasukkan ke dalam industri proses yang berkelanjutan (steady state) dan proses unsteady state atau yang sering disebut sebagai batch system. Dalam proses steady state tersebut kondisi disetiap titik selalu tetap, meskipun dalam waktu yang berbeda. Contohnya proses dalam bejana atau tangki dan lain sebagainya (Winarno 2007).

Mekanisme panas sangat tergantung dengan sifat bahan pangan secara alami dan hal itu tunduk pada fenomena energi. Dengan peningkatan pemberian energi pemasakan menyebabkan pergerakan molekul akan terjadi lebih cepat. Mekanisme molekuler, energi knetik molekul sesuai dengan energi yang diserap. Panas ditransfer bila molekul yang bergerak cepat menabrak molekul lain yang lebih lambat. Pada kondisi tersebut dua peristiwa yang secara serentak terjadi sekaligus, yaitu molekul bergerak cepat saat menabrak molekul lain akan kehilangan energi dan molekul lain yang bergerak lambat setelah tertabrak akan menerima tambahan energi. Jadi mekanisme heat transfer molekuler merupakan manifestasi energi panas dalam sekelompok molekul (kern 1950).

2.2.1 Konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor melalui satu jenis zat sehingga konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah (Dewitt 2002). Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi.




Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudi yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas.


T2 T1 T1




Aliran kalor

A

Dx

Bila T2 dan T1 dipertahankan terus besarnya, maka kesetimbangan termal tidak akan pernah tercapai, dan dalam keadaan mantap (stedy state), kalor yang mengalir persatuan waktu sebanding dengan luas penampang A, sebanding dengan perbedaan temperatur DT dan berbanding terbalik dengan lebar bidang Dx

DQ/Dt = H µ A DT/Dx

Untuk penampang berupa bidang datar :




T1 T2

L

H = - k A (T1 - T2 ) / L

k adalah kondutivitas termal.

Konduktivitas termal untuk beberapa bahan :

Bahan

k (W/m.Co)

Bahan

k (W/m.Co)

Aluminium

238

Asbestos

0,08

Tembaga

397

Concrete

0,8

Emas

314

Gelas

0,8

Besi

79,5

Karet

0,2

Timbal

34,7

Air

0,6

Perak

427

Kayu

0,08



Udara

0,0234

Untuk susunan beberapa bahan dengan ketebalan L1, L2,, ... dan konduktivitas masing-masing k1, k2,, ... adalah :

H = A (T1 - T2 )

å (L1/k1)




k1 k2

T1 L1 L2 T2

Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Kalor akan dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebahagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Moleku1 dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting (Foust 1980).

Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar alir energi kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara. Molekul udara adalalah renggang seka1i. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi , maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada molekul kayu. Bahan kayu terdiri dari gabungan bahan kimia seperti karbon, uap air, dan udara yang terperangkat. Besi adalah besi. Kalaupun ada bahan asing, bahan kimia unsur besi adalah lebih banyak (Geankoplis 1987).

2.2.2 Konveksi

Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection) dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection).

Besarnya konveksi tergantung pada :

a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A).

b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida (DT).

c. koefisien konveksi (h), yang tergantung pada :

# viscositas fluida

# kecepatan fluida

# perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida

# kapasitas panas fluida

# rapat massa fluida

# bentuk permukaan kontak

Konveksi : H = h x A x DT

Proses perpindahan kalor secara aliran atau konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama.

Konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat

ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus dibawa ke suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhirnya tersebar pada seluruh zat (Dewitt 2002).

Perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan masa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi masa fluida yang mempunyai energi termal yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Masa fluida menjadi berkurang karena fluida menerima energi kalor (Winanno 2007).

Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan yang kalor dasi, masa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses

konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu .terjadi maka keadaan tidak stabil termal akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor (Dewitt 2002).

2.2.3 Radiasi

Radiasi adalah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah

suhu meningkat. Hakekatnya proses perpindahan ka1or radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Terdapat dua teori yang berbeda untuk menerangkan bagaimana proses radiasi itu terjadi. Semua bahan pada suhu mutlak tertentu akan menyinari sejumlah energi ka1or tertentu. Semakin tinggi suhu bahan tadi maka semakin tinggi pula energi kalor yang disinarkan. Proses radiasi adalah fenomena permukaan. Proses radiasi tidak terjadi pada bagian da1am bahan. Tetapi suatu bahan apabila menerima sinar, maka banyak hal yang boleh terjadi. Apabila sejumlah energi ka1or menimpa suatu permukaan, sebahagian akan dipantulkan, sebahagian akan diserap ke da1am bahan, dan sebagian akan menembusi bahan dan terus ke luar. Jadi da1am mempelajari perpindahan ka1or radiasi akan dilibatkan suatu fisik permukaan (Fust 1980).

Bahan yang dianggap mempunyai ciri yang sempurna adalah jasad hitam. Disamping itu, sama seperti cahaya lampu, adakalanya tidak semua sinar mengenai permukaan yang dituju. Jadi dalam masalah ini kita mengena1 satu faktor pandangan yang lazimnya dinamakan faktor bentuk. Maka jumlah kalor yang diterima dari satu sumber akan berbanding langsung sebahagiannya terhadap faktor bentuk ini. Lebih dari itu sifat termal permukaan bahan juga penting. Berbeda dengan proses konveksi, medan a1iran fluida disekeliling permukaan tidak penting, yang penting ialah sifat termal saja. Dengan demikian, untuk memahami proses radiasi dari satu permukaan kita perlu memahami juga keadaan fisik permukaan bahan yang terlibat dengan proses radiasi yang berlaku (Dewitt 2002).

Proses perpindahan kalor sering terjadi secara serentak. Misa1nya sekeping plat yang dicat hitam kemudian dikenakan dengan sinar matahari. Plat akan menyerap sebahagian energi matahari. Suhu plat akan naik ke satu tahap tertentu. Oleh karena suhu permukaan atas naik maka kalor akan berkonduksi dari permukaan atas ke permukaan bawah.. Permukaan bagian atas kini mempunyai suhu yang lebih tinggi dari suhu udara sekeliling, maka jumlah kalor akan disebarkan secara konveksi. Tetapi energi kalor juga disebarkan secara radiasi. Dalam hal ini dua hal terjadi, ada kalor yang dipantulkan dan ada kalor yang dipindahkan ke sekeliling (Kern 1950).

Berdasarkan kepada keadaan terma permukaan, bahan yang di pindahkan dan dipantulkan ini dapat berbeda. Proses radiasi tidak melibatkan perbedaan suhu. Keterlibatan suhu hanya terjadi jika terdapat dua permukaan yang mempunyai suhu yang berbeda. Dalam hal ini, setiap permukaan akan menyinarkan energi kalor secara radiasi jika permukaan itu bersuhu T dalam unit suhu mutlak. Lazimnya jika terdapat satu permukaan lain yang saling berhadapan, dan jika permukaan pertama mempunyai suhu T1 mutlak sedangkan permukaan kedua mempunyai suhu T2 mutlak, maka permukaan tadi akan saling memindahkan kalor (Fust 1980).

Pada proses radiasi, energi termis diubah menjadi energi radiasi. Energi ini termuat dalam gelombang elektromagnetik, khususnya daerah infrared yang memiliki panjang gelombang 700 nm - 100 mm. Saat gelombang elektromagnetik tersebut berinteraksi dengan materi energi radiasi berubah menjadi energi termal.

Untuk benda hitam, radiasi termal yang dipancarkan per satuan waktu per satuan luas pada temperatur T kelvin adalah :

E = es T4.

dimana s : konstanta Boltzmann : 5,67 x 10-8 W/ m2 K4.

e : emitansi (0 £ e £ 1)

2.3 Minyak

Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain tiu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram (Wianrno 2008). Lemak mempunyai sifat tidak larut di dalam air. Dalam penanganan dan pengolahan bahan pangan, perhatian lebih banyak ditujukan pada suatu bagian dari lipid, yaitu trigliserida atau neutral fat (Fennema 1997).

Minyak memiliki sifat cair pada suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi juga oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam Kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai C, titik cair akan semakin tinggi, misalnya asam butiran dengan jumlah atom C 14 memiliki titik cair yaitu -7.9ºC dan asam stearat dengan jumlah atom C 18 memiliki titik cair 64.6ºC (Winarno 2008).

Minyak berfungsi sebagai pengantar panas dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goring tersebut (Fennema 1997).

2.4 Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan bahkan dalam makanan yang kering sekalipun terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno 2008).

Kemampuan molekul air membentuk ikatan hidrogen menyebabkan air mempunyai sifat-sifat unik. Ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul-molekul yang berdampingan mengakibatkan air pada tekanan atmosfer bersifat mengalir (flow) pada suhu 0-100ºC. bila suhu air meningkat, jumlah rata-rata molekul air dalam kerumunan molekul air menurun dan ikatan hidrogen putus dan terbentuk lagi secar cepat. Bila air dipanaskan lebih tinggi lagi sehingga molekul-molekul air begerak dan tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer, beberapa molekul dapat melarikan diri dari permukaan dan menjadi gas. Hal ini terjadi ketika air mendidih pada suhu 100ºC (Fenemma 1997).

2.5 Garam

NaCl atau natrium klorida lebih dikenal dengan sebutan garam dapur, merupakan bahan yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan (Buckle 1985). Garam sebagai bahan pangan yang ditambahkan ke dalam makanan akan mengalami pindah panas secara konveksi terpaksa dan mengalami konduksi karena berbentuk padatan. Garam yang diletakkan dalam kaleng kemudian dipanaskan akan mengalami pindah panas. Pindah panas yang terjadi adalah titik terdingin untuk produk pangan yang mengalami pindah panas secara konveksi akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kaleng bagian bawah kemasan, sedangkan untuk produk pangan yang mengalami pindah panas secara konduksi, titik terdingin akan berada di titik tengah pusat kaleng (Kusnandar et al. 2009).

2.6 Rumput Laut

Rumput laut merupakan bahan pangan yang dapat mengalami proses pindah panas secara konduksi. Konduksi ini terjadi ketika rumput laut tersebut dalam proses pengolahan atau pemasakan. Air dalam panci mendidih ketika api dari kompor sedang memanaskan panci, dan panas dari panci ditransfer ke air melalui konduksi. Jika dimasukkan rumput laut ke dalam air mendidih, panas dari air ini kemudian ditransfer ke sel rumput laut. Bagian luar dari rumput laut terasa panas, kemudian panas tersebut ditransfer ke dalam sel rumput laut, sehingga seluruh bagian rumput laut terasa panas. Jadi perpindahan panas dari satu bagian sebuah objek ke bagian lain dari objek yang sama juga dianggap konduksi (Alfaro 2010).

Efisien panas ditransfer dengan cara ini tergantung pada konduktivitas dari barang-barang yang terlibat. Proses pindah panas pada rumput laut dapat menggunakan tembaga yang merupakan konduktor yang sangat baik, yang berarti memindahkan panas melalui panci tembaga dipindahkan ke dalam bahan sangat cepat., Air atau stainless steel yang relatif miskin panas konduktor dijadikan sebagai perbandingan (Giancoli 1998).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil pengamatan pengukuran berat bahan cair yang digunakan seperti minyak, air, rumput laut dan garam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Massa Komponen-Komponen Pada Pindah Panas Komveksi

_Jenis Zat

Ulangan

Massa Zat (Kg)

Massa Air (Kg)

Massa Kaleng (Kg)

Minyak

1

0.1086

0.5

0.0086


2

0.1495

0.5

0.0086

Air

1

0.198

0.5

0.0086


2

0.199

0.5

0.0086

Garam

1

0.2

0.5

0.0085


2

0.208

0.5

0.0085

Rumput Laut

1

0.1924

0.5

0.0085


2

0.1848

0.5

0.0087

Berdasarkan hasil dari Tabel 1, di atas dapat dilihat nilai massa dari masing-masing bahan cair diantaranya minyak, air, garam dan rumput laut berbeda-beda. Minyak memiliki massa pada ulangan 1 sebesar 0.1086 kg dan ulangan 2 sebesar 0.1495 kg, massa air pada ulangan 1 didapatkan nilainya sebesar 0.198 kg dan pada ulangan 2 didapatkan nilai massanya sebesar 0.199 kg, garam didapatkan nilai massanya pada ulangan 1 sebesar 0.2 kg dan pada ulangan 2 didapatkan nilai massanya sebesar 0.208 kg, dan untuk bubur rumput laut didapatkan massanya pada ulangan 1 sebesar 0.1924 kg dan ulangan kedua sebesar 0.1848 kg.

Masing-masing bahan cair memiliki kalor jenis yang berbeda-beda. Kalor jenis ini akan berpengaruh terhadap kecepatan perubahan suhu dari suatu benda (Çengel dan Turner 2001). Berikut dapat dilihat nilai perubahan suhu dan kalor jenis dari zat cair.

Tabel 2. Perubahan Suhu dan Kalor Jenis Berbagai Zat Cair

Jenis Zat

Ulangan

T Awal Zat (°C)

T Awal Air (°C)

T Akhir Zat (°C)

T Akhir Air (°C)

∆T Zat (°C)

∆T Air (°C)

C zat (J/Kg°C)

Minyak

1

30

82

54

56

24

26

18664.6749


2

30

81

60

60

30

21

2173.9582

Air

1

29

76

52

52

23

24

12253.14


2

30

74

50

50

29

24

14154.45

Garam

1

29

76

49

51

20

25

14315.6


2

29

76

49

45

20

31

2192.1538

Rumput Laut

1

30

86

34

52

4

34

102.93


2

29

78

32

58

3

20

84793.8492

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa setiap jenis bahan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menghantarkan panas dan menerima panas sehingga perubahan suhu setiap jenis zat juga berbeda-beda. Pada praktikum ini juga dapat diketahui bahwa bahan yang berfungsi menghantarkan panas ialah air karena memiliki suhu yang lebih tinggi sedangkan bahan yang menerima panas ialah minyak, air, garam dan bubur rumput laut. Perpindahan panas ini terjadi sampai terbentuk keseimbangan antara suhu bahan yang melepaskan kalor dengan suhu yang menerima kalor.

Keseimbangan suhu pada minyak ulangan 1 terjadi pada suhu 55 ˚C dengan perubahan suhu sebesar 24 ˚C sedangkan ulangan 2 pada 60 ˚C dengan perubahan suhu sebesar 30 ˚C. Keseimbangan suhu pada air ulangan 1 terjadi pada suhu 52 ˚C dengan perubahan suhu sebesar 23 ˚C sedangkan ulangan 2 pada 50 ˚C dengan perubahan suhu sebesar 29 ˚C. Keseimbangan suhu pada garam ulangan 1 terjadi pada suhu 50 ˚C dengan perubahan suhu sebesar 20 ˚C sedangkan ulangan 2 pada 47 ˚C dengan perubahan suhu sebesar 20 ˚C. Berbeda halnya dengan minyak, air dan garam, bubur rumput laut belum mencapai keseimbangan suhu dengan air sehingga terdapat perbedaan suhu yang cukup tinggi antara suhu bahan dengan suhu minyak. Selama 10 menit, bubur rumput laut hanya mengalami perubahan suhu sebesar 4 ˚C pada ulangan 1 sedangkan pada ulangan 2 hanya sebesar 3 ˚C.

Perbandingan antara keempat bahan cair tersebut diketahui bahwa minyak sangat cepat mengalami perubahan suhu dikuti oleh air, garam dan terakhir adalah rumput laut. Rumput laut memiliki nilai perubahan suhu yang terkecil. Hal ini karena rumput laut memiliki nilai kalor jenis yang tinggi. Kalor jenis adalah (Specific heat) didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu unit massa pada peningkatan satu derajat. Kalor jenis ini untuk tiap bahan memiliki nilai-nilai yang berbeda-beda. Bahan yang bebasis logam memiliki nilai Cp yang berbeda dengan bahan berbasis cairan (Dewitt 2002).

Berdasarkan hasil Tabel 2 dapat dilihat juga bahwa nilai kalor jenis dari masing-masing bahan cair. Nilai kalor jenis tertinggi yaitu pada cairan bubur rumput laut yaitu sebesar 84793.8492 J/kg°C diikuti minyak dengan kalor jenis sebesar 18664.6749 J/kg°C, garam sebesar 14315.6 J/kg°C dan air memiliki kalor jenis terkecil yaitu sebesar 14154.45 J/kg°C.

Bahan-bahan meemiliki massa jenis yang berbeda-beda. Berikut dapat dilihat nilai massa jenis dari berbagai bahan cairan beserta nilai koefisien pindah panas konveksi.

Tabel 3. Nilai massa jenis dan koefisien pindah panas konveksi dari bahan cair

Jenis Zat

Ulg

T Awal Zat (Ti) (°C)

T Medium (TM) (°C)

T Akhir Zat (°C)

ρ Bahan (Kg/m3)

h Bahan

Minyak

1

30

82

54

543

192.342


2

30

81

60

747.7

500.2837

Air

1

29

76

52

990

203.5392


2

30

74

50

1000

3382.4542

Garam

1

29

76

49

0.4

155.9822


2

29

76

49

0.416

2106.19

Rumput Laut

1

30

86

34

962.15

128.5861


2

29

78

32

924

8246.6542

Berdasarkan hasil dari Tabel 3, di atas dapat dilihat nilai massa jenis dari masing-masing cairan. Keempat bahan tersebut air memiliki nilai massa jenis terbesar yaitu 1000 kg/m3, kemudian rumput laut memiliki massa jenis sebesar 962.15 kg/m3, minyak sebesar 747.7 kg/m3, dan garam memiliki massa jenis terkecil yaitu sebesar 0.416 kg/m3. Berbeda halnya dengan massa jenis, nilai koefisien pindah panas tertinggi terdapat pada bubur rumput laut sebesar 8246.6542, kemudian diikuti dengan air sebesar 3382.4542, garam sebesar 2106.19 dan minyak sebesar 500.2837.

4.2 Pembahasan

Konduktivitas termal (k) suatu bahan tergantung pada tekstur, suhu, komposisi dan struktur atau susunan fisik suatu bahan (Dawensun 2006). Pindah panas setiap benda memiliki perbedaan antara benda yang satu dengan yang lain. Kemampuan pindah panas bahan uji yang terdiri dari air, minyak, garam, dan rumput laut. Setelah melalui proses pengujian ternyata minyak memiliki kemampuan hantar paling yang paling baik dibandingkan bahan lain yaitu garam, rumput laut, dan air. Secara umum proses pindah panas pada suatu bahan, bergantung dari jenis zat dan nilai konduktivitasnya. Bahan cair lebih cepat meneruskan atau menerima panas dibandingkan benda padat. Selain itu pada bahan cair proses yang terjadi adalah konveksi sehingga proses perpindahan panas lebih cepat. Nilai massa jenis pun ikut mempengaruhi kecepatan atau laju pindah panas (Dewitt 2002). Grafik perubahan suhu berbagai jenis zat cair dapat dilihat pada Gambar 5.




Gambar 5. Grafik Perubahan Suhu Berbagai Zat Cair

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa minyak mengalami perubahan suhu yang paling cepat diantara zat cair lainnya kemudian diikuti oleh air, garam dan rumput laut. Hal ini dikarenakan minyak memiliki sifat sebagai penghantar panas (Winarno 2007). Minyak sebagai fluida memiliki mekanisme pindah panas secara konveksi. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa benda alir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan, masa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu rendah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu terjadi maka keadaan tidak stabil termal akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor. Perbedaan kecepatan dalam meningkatnya suhu pada setiap bahan ditentukan oleh kadar alir energi yang dipengaruhi oleh susunan molekul yang terdapat pada bahan. Kadar alir energi kalor pada setiap bahan adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara (Masyithah dan Haryanto 2006). Selain itu, Hal ini disebabkan karena minyak memiliki kerapatan molekul yang tinggi. Kerapatan asam lemak dan gliserida meningkat seiring meningkatnya berat molekul dan ketidakjenuhan. Suhu memiliki peran yang sangat penting terhadap kerapatan suatu bahan, penurunan suhu mengakibatkan kerapatannya bertambah (Swern 1964 diacu dalam Madona 2005). Pindah panas yang terjadi pada bahan cair juga bergantung dari nilai konduktifitasnya. Air memiliki nilai konduktifitas panas sebesar 1,4 x 10-4, sedangkan minyak tumbuhan memiliki konduktivitas sebesar 0,09 sehingga minyak akan lebih cepat panas dibandingkan air. Menurut Giancoli (2001), nilai konduktivitas panas mempengaruhi laju pindah panasnya, semakin besar nilai konduktivitas panas maka akan semakin cepat atau semakin besar nilai pindah panasnya. Sifat minyak yang lebih ringan daripada air dan lebih bergerak reaktif, menjadikan minyak lebih cepat untuk panas dibandingkan air.

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur tinggi ke suatu benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal (Kern 1950). Untuk kasus kemasan berbentuk silinder (misalnya kaleng), titik terdingin untuk produk pangan berbentuk cair yang mengalami pindah panas secara konveksi akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kaleng bagian bawah kemasan sedangkan untuk produk pangan berbentuk padat yang mengalami pindah panas secara konduksi, titik terdingin akan berada di titik tengah pusat kaleng. Oleh karena itu, ujung termokopel dipasangkan dipasangkan pada bagian-bagian tersebut (Winarno 2007).

Proses pindah panas secara konveksi dimulai dari pindah panas secara konduksi saat menembus dinding kaleng dan mengenai cairan di bagian dinding kaleng. Hal ini menyebabkan suhu cairan pada dinding kaleng meningkat dan densitasnya menurun sehingga cairan akan bergerak ke atas. Pada saat cairan ini menyentuh cairan di bagian headspace, cairan ini akan bergerak ke bagian pusat kaleng. Sementara itu cairan yang lebih dingin akan bergerak menggantikan daerah di bagian dinding kaleng. Selama proses pindah panas ini, suhu cairan akan semakin seragam dan menyebabkan driving force akan semakin kecil, sehingga kecepatan pergerakan fluida akan semakin menurun. Dalam proses pindah panas secara konduksi, panas akan merambat dari dinding kaleng ke pusat kaleng dari segala arah. Dengan demikian, titik terdinginnya akan berada di pusat kemasan (Kusnandar et al. 2009).

Pemanasan air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air. Bila suhu air meningkat, jumlah rata-rata molekul air dalam kerumunan molekul air menurun dan ikatan hidrogen putus dan terbentuk lagi secara cepat. Bila air dipanaskan lebih tinggi lagi sehingga molekul-molekul air bergerak demikian cepat dan tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer beberapa molekul dapat melarikan diri dari permukaan dan menjadi gas. Hal ini terjadi ketika air mendidih pada suhu 100 ºC pada permukaan laut dengan tekanan barometer 760 mmHg. Dalam keadaan uap molekul-molekul air kurang lebih menjadi bebas satu sama lainnya (Winarno 2007).

Kalor jenis (Specific heat) didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu unit massa pada peningkatan satu derajat. Secara umum, energi ini bergantung pada bagaimana prosesnya terjadi (Çengel dan Turner 2001). Secara fisika, kalor jenis pada volume konstan Cv dapat dikatakan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu unit massa dari substansi setiap satu derajat sedangkan volume dibuat konstan (Kern 1950). Adapun grafik kalor jenis berbagai jenis zat cair dapat dilihat pada Gambar 6.




Gambar 6. Diagram Batang Kalor Jenis Berbagai Zat Cair

Berdasarkan Gambar 6 rumput laut memiliki nilai kalor jenis yang tinggi diikuti dengan minyak, garam dan air. Kalor jenis berhubungan dengan kecepatan bahan tersebut menyerap kalor. Semakin besar nilai kalor jenis suatu bahan maka kemampuan bahan tersebut untuk menyerap kalor semakin besar dan semakin kecil kemampuan dari bahan tersebut untuk melepaskan kalor (Dewitt 2002). Kalor jenis (Cb) berbanding lurus dengan massa bahan dan perbedaan suhu (DT). Semakin besar massa suatu bahan dan semakin tinggi suhu maka akan semakin besar nilai kalor jenis dari suatu bahan.




Gambar 7. Grafik Nilai Koefisien Pindah Panas Berbagai Jenis Zat Cair

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai koefisien pindah panas (h) terbesar adalah minyak sedangkan nilai koefisien pindah panas (h) terendah adalah rumput laut. Besar kecilnya nilai h yang diperoleh pada proses pendidihan tergantung pada perbedaan suhu antara dinding dengan cairan. Nilai maksimum h pada hasil disebabkan terjadinya perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu meningkat maka nilai h pun akan meningkat (Wirakartakusumah et al. 1992).

5.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pindah panas adalah proses perpindahan panas dari suatu benda ke benda lain. Ada tiga mekanisme perambatan panas yaitu perambatan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dari keempat zat cair yang digunakan rumput laut memiliki kalor jenis yang tertinggi dan dikuti oleh minyak, garam dan yang terkecil adalah kalor jenis dari air sedangkan dari keempat bahan tersebut minyak memiliki laju pindah panas yang paling tinggi diikuti oleh air, garam dan rumput laut. Selain itu, minyak juga memiliki nilai koefisien pindah panas tertinggi diantara ketiga jenis zat cair lainnya yang kemudian diikuti oleh rumput laut, air dan minyak.

5.2 Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya digunakan ketiga sistem pindah panas yaitu konduksi, konveksi dan radiasi untuk memgetahui faktor pembeda nyata antara ketiga sistem tersebut.


2 komentar:

  1. Assalamualaikum,maap kalo gak repot saya mau diskusi yang postingan anda berjudul pendinginan ikan dengan es,saya sedang tugas akhir bertema ice slurry generator, kebetulan alatnya sudah jadi saya cuma mau validasi di jurnal bahwa kalo pakai ice slurry bisa bertahan 15 hari. ikan yang saya pakai ikan laut dan fluida pendinginnya air laut dengan sality 20-34ppm. hari ini sudah hari kelima pengujian ikan tersebut,yang jadi pertanyaan adalah bagaimana menguji kwalitas ikan secara fisik tanpa membuka morfologi dalamnya, sampai sekarang pengujian hanya dari bau dan saya goreng (kalau asin berarti kwalitas berkurang).oya saya helmi teknik perkapalan ui 2008. untuk koefisien konfeksi ice slurry lumayan cukup tinggi dibanding air yang dingin karena sudah berubah fase dan kemampuan kecepatan thermal lumayan tinggi (karena kalor laten es)sehingga sebentar saja benda yang didinginkan sudah dapat menurunkan kalor sensibel benda. dan hasil ice slurry berteksture smooth dibanding ice breaker yaitu gobular (dijournal smooth lebih tinggi heat transfernya),mohon pencerahan,makasih

    BalasHapus
  2. terimakasih.. banyak"in berbagi yah

    BalasHapus