Rabu, 30 Maret 2011

KARAGINAN

Praktikum ke-3 Hari/Tanggal : Sabtu/ 13 Maret 2010

mk. Teknologi Industri Tumbuhan Laut Dosen : Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si

KARAGINAN

Small Logo IPB Hitam

Asisten :

Muhamad Idris Wahyu Ramadhan

Made Suhandana Rachmawati Rusydi

Disusun Oleh :

Suhana Sulastri C34070078

Kelompok 6

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya yang cukup besar baik yang alami maupun untuk budidaya. Saat ini Indonesia masih merupakan eksportir penting di Asia. Sayangnya rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan dan alginat masih banyak diimpor dengan nilai yang cukup besar. Data statistik DKP (2006) diacu dalam Sukri (2006) juga menunjukan bahwa telah terjadi penurunan jumlah ekspor rumput laut dari tahun 1999-2002. Jumlah ekspor rumput laut di Indonesia dari tahun 1999-2002 mengalami penurunan nilai ekspor yaitu dari 16.785.000 US $ dengan volume ekspor 25.084 ton pada tahun 1999 turun menjadi 15.785.000 US $ dengan volume ekspor 28.874 ton pada tahun 2002. Hal ini diduga masyarakat luar negeri menginginkan suatu komoditas yang berbahan dasar rumput laut yang memiliki nilai ekonomis dan fungsional yang lebih dibandingkan dengan rumput laut itu sendiri. Untuk itu diperlukan penanganan pasca panen untuk dapat meningkatkan daya gunanya sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam bentuk asli maupun olahan sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen. Salah satu produk olahannya adalah karaginan.

Ada beberapa varietas rumput laut penghasil karaginan (karaginofit) yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia antara lain Eucheuma spinosum dan Kappaphycus alvarezii (Anonim 2002). Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktopolimer (Winarno 1996). Karaginan dapat dipisahkan menjadi dua komponen utama dengan menggunakan ion Natrium yaitu fraksi tidak larut yang disebut kappa karaginan dan fraksi larut yaitu lambda karaginan serta fraksi intermediat yaitu iota karaginan (Soegiarto et al. 1978). Fraksi tidak larut disusun oleh kappa karaginan yang mempunyai sifat menjedal, yang dapat dipisahkan dengan terjadinya presipitasi dengan logam alkali tanah. Doty (1987) diacu dalam Anonim 2006, membedakan karaginan berdasarkan kandungan sulfatnya menjadi dua fraksi yaitu kappa karaginan yang mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karaginan jika lebih dari 30 %.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses-proses pembuatan dan pengolahan rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum menjadi kappa dan iota karaginan serta mempelajari karakterisasi dan pengaruh metode pretisipasi terhadap karaginan yang dihasilkan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii

Eucheuma spinosum juga dikenal dengan nama ilmiah Eucheuma denticulatum dan Eucheuma muricatum. Eucheuma spinosum mempunyai bentuk thallus bulat tegak, dengan ukuran panjang 5-30 cm, transparan, warna coklat kekuningan sampai merah kekuningan. Thallus silindris, permukaan licin, warna coklat tua, hijau coklat, hijau kuning atau merah ungu. Tumbuh di daerah bersubstrat batu. Permukaan thallus tertutup oleh tonjolan yang berbentuk duri-duri runcing yang tidak beraturan, duri tersebut ada yang memanjang seolah berbentuk seperti cabang. Tanaman tegak karena percabangannya yang rimbun dapat membentuk tumpun. Percabangan thallus tumbuh pada bagian yang tua ataupun muda dan tidak berarturan. Eucheuma spinosum tumbuh lekat pada rataan terumbu karang batu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk fotosintesies sehingga hayat hidup pada lapisan fotik (Anggadiredja et al. 2008)

Adapun klasifikasi Euchema soinosum menurut Anggadiredja et al. (2008) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma spinosum

Gambar 1. Eucheuma spinosum

Sumber : Hatta et al. (2001)

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae). Eucheuma cottonii adalah rumput laut penghasil karaginan. Jenis karaginan yang dihasilkan dari rumput laut Eucheuma cottonii adalah kappa karaginan. Rumput laut Eucheuma cottonii memiliki ciri-ciri fisik seperti thallus silindris, permukaan licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan), warna hijau, hijau kuning, permukaan licin, abu-abu dan merah. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun meingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar sering berdekatan ke daerah asal (pangkal ) (Atmadja et al. 1996). Selain itu, rumput laut Eucheuma cottonii tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh berbentuk rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al. 1996).

Eucheuma cottonii tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada daerah yang selalu terendam air (subtidal), melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa batu karang mati, batu karang hidup atau cangkang moluska. Umumnya mereka tumbuh dengan baik di daerah terumbu karang (reef) karena tempat ini beberapa persyaratan untuk pertumbuhan terpenuhi, antara lain faktor kedalaman, suhu, cahaya, subsrat dan gerakan air (Atmadja et al. 1996).

Adapun klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Anggadiredja et al. (2008) sebagai berikut :

Kigdom : plantae

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Family : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Gambar 2 : E. cottonii

Sumber : Atmadja et al. (1996)

2.2 KOH dan NaOH

Pelarut KOH dapat menghasilkan karagenan dengan sifat yang lebih unggul dibandingkan NaOH. Rumput laut yang telah dipucatkan memberikan sifat gel yang lebih rendah dibandingkan rumput laut eucheuma cottonii segar. Rendemen karaginan mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi NaOH. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak juga semakin besar. Kadar air karaginan mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi NaOH. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi NaOH selama ekstraksi berlangsung menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut Eucheuma Cottoni juga semakin besar dan kadar airnya menjadi berkurang (Distantina et al. 2008).

Kadar NaOH memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan dalam pembuatan karaginan. Abu yang terbentuk berasal dari garam dan mineral yang menempel pada rumput laut yaitu Na yang terkandung pada NaOH.Kandungan garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut seperti Mg dan Ca. Konsentrasi NaOH berpengaruh nyata terhadap titik gel karaginan, hal ini disebabkan oleh semakin pekat konsentrasi NaOH, menyebabkan pHnya semakin tinggi sehingga kemampuan NaOH dengan konsentrasi 0,3 % dalam mengekstrak semakin besar, sehingga akan membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna dan tingkat gelnya semakin besar (Distantina et al. 2008).

2.3 Deskripsi Kappa Karaginan

Kappa-karaginan merupakan polisakarida yang tersusun dari D-galaktosa-4sulfat dengan ikatan 1,3 dan 3,6-anhidrous-galaktosa dengan ikatan atom C 1,4 (Towle 1973). Kappa- karaginan dari algae laut terbentuk dari mu-karaginan dengan cara menghilangkan sulfat pada atom C-6 dalam galaktosa 6-sulfat dengan ikatan atom C 1,4 dan membentuk 3,6-anhidrous-galaktosa (Glicksman 1983). Reaksi pembentukan kappa-karaginan dari mu-karaginan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan sebagian gugus sulfat (OSO3-) dengan menggunakan borohidrida dalam kondisi alkali (Moirano 1977). Di samping menggunakan bahan kimia, gugus sulfat dapat pula dihilangkan dengan aktivitas enzim dekinase pada atom C 6 dari mu-karaginan menjadi 3,6 anhidrous-galaktosa pada kappa-karaginan (Glicksman 1983). Struktur kimia kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Struktur kimia kappa karaginan

Sumber : Istini et al.(1985)

Jenis rumput laut penghasil kappa- karaginan yang banyak terdapat di perairan Indonesia dan telah dibudidayakan secara masal adalah rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Kappa-karaginan akan membentuk gel reversible yang prosesnya dipengaruhi oleh pemanasan dan pendinginan larutan (Glicksman 1983). Secara garis besar proses pembentukan gel terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada celah-celahnya (Rees 1969). Pembentukan kerangka tiga dimensi oleh double helicks ini akan mempengaruhi pembentukan gel. Kerangka tiga dimensi dapat mengembang karena menyerap air secara osmosis sehingga berubah menjadi zat padat karena dapat mempertahankan bentuknya dan memiliki respon yang elastis bila diberi tekanan (Rees 1972 diacu dalam Suryaningrum et al. 1991). Variasi penambahan bahan pengikat atau pengaturan reaksi kimia pada saat ekstraksi kappa-karaginan akan berpengaruh terhadap struktur tiga dimensi kappakaraginan. Garam KCl merupakan garam yang tidak beracun dan banyak digunakan untuk membantu proses pembentukan gel karaginan. Penambahan garam KCl sampai batas tertentu akan dapat meningkatkan kekuatan gel kappa-karaginan, namun demikian pemakaiannya harus dibatasi karena akan menimbulkan rasa pahit pada produk yang dihasilkan.

2.4 Deskripsi Iota Karaginan

Iota karaginan terdiri dari ikatan 1,3 D-Galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-Anhidro-D-Galaktosa-2-Sulfat. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh pemberian prosesalkali seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Glicksman 1983. Struktur kimia iota karaginan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur kimia iota karaginan

Sumber : Istini et al.(1985)

2.5 Sifat Fisik dan Kimia Kappa Karaginan

Kappa karaginan memiliki sifat stabil terhadap perubahan pH, terhidrolisis pada larutan yang memiliki pH netral dan alkali apabila dipanaskan serta stabil dalam keadaan gel. Kappa karaginan larut pada air diatas 60 ˚C, akan tetapi kappa karaginan tidak larut pada larutan garam natrium, garam K, dan garam Ca. Dalam larutan gula pekat yang panas kappa karaginan akan larut, tapi tidak larut pada larutan garam pekat. Kappa karaginan memiliki efek kation yang kuat dengan ion potasium, memiliki efek sinergis dengan locus gum yang tinggi, tetapi kappa karaginan tidak stabil pada kondisi freezing thawing (Winarno 2008)

2.6 Sifat Fisik dan Kimia Iota Karaginan

Iota karaginan stabil terhadap perubahan pH, terhidrolisis pada larutan yang memiliki pH netral dan alkali serta stabil dalam keadaan gel. Iota karaginan juga larut pada air diatas suhu 60 ˚C seperti kappa karaginan. Iota karaginan memiliki efek kation yang kuat dengan ion kalium, memiliki tipe gel yang elastis dan kohesif tanpa sineresi, memiliki efek sinergis dengan locus gum yang tinggi, serta stabil pada kondisi freezing thawing (Winarno 2008)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum karaginan dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Maret 2010. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Lt.1 Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya timbangan digital, blender, kompor listrik, thermometer, saringan nilon 150 mesh, dan gelas ukur. Bahan yang digunakan pada praktikum ini meliputi rumput laut kering jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum, KOH, NaOH, akudes, IPA, KCL, HCl 0,2 N, BaCl2, dan H2O2.

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja Praktikum pembuatan karaginan dimulai dengan rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum direndam 24 jam dengan akuades dan dihancurkan. Kemudian diekstraksi dengan larutan NaOH selama 3 jam dengan perbandingan 1 : 20 pada suhu 90 ˚C dan pada pH 9-10. Selanjutnya disaring dengan menggunakan nilon 150 mesh sehingga menghasilkan filtrat. Filtrat rumput laut tersebut diendapkan dengan IPA dan KCL dengan perbandingan 1 : 1,5 dan dijemuran dan dilakukan proses penepungan sehingga menghasilkan tepung karaginan murni. Diagram alir prosedur kerja pembuatan karaginan ini disajikan pada Gambar 5.


Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan karaginan murni dari Kappaphycus alvarezii

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan hasil praktikum Karaginan dengan perlakuan perbedaan jenis rumput laut dan bahan pengendap yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Karaginan

Parameter

Kappa Karaginan

Iota Karaginan

IPA

KCL

IPA

KCL

Rendemen (%)

8,82

15,82

8,02

12,1

Kadar Air (%)

4,53

7,20

7,48

8,26

Kadar Abu (%)

7,99

11

7,72

11,25

Kadar Sulfat (%)

18,93

24,88

19,58

27,13

Viskositas(%)

244,16

132,50

249,96

90

Hasil pengamatan pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa rendemen kappa karaginan yang diendapkan dengan IPA dan KCL lebih besar daripada iota karagianan sedangkan kadar air, kadar abu, kadar sulfat dan viskositas secara umumnya nilai iota karaginan lebih besar daripada kappa karaginan.

4.2 Pembahasan

Rendemen suatu produk sangat penting dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan maupun pengolahan terhadap hasil akhir suatu produk. Pada pembuatan karaginan ini, tinggi rendahnya rendemen juga ditentukan oleh penanganan pada saat penggilingan. Biasanya pada proses ini apabila tidak ditangani dengan baik maka banyak tepung yang terbuang karena ukuran butiran yang kecil dan halus sehingga mudah keluar akibat tiupan udara melalui celah-celah yang terdapat pada sepanjang aliran tepung sampai pada kemasan (Andriani 2006). Rendemen kappa karaginan yang diendapkan dengan IPA dan KCL mempunyai nilai yang lebih besar daripada iota karaginan. Hal ini diduga disebabkan oleh rumput laut jenis Kappaphycus memiliki kandungan karaginan yang lebih besar dibandingkan jenis Euchema pengaruh pengeringan yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kandungan air dalam bahan. Rendemen karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, iklim, metode ekstraksi, waktu pemanenan, dan lokasi budidaya (Chapman dan Chapman 1980 diacu dalam Sukri 2006). Perbedaan rendemen tersebut juga dapat diakibatkan pada saat proses pembuatan yaitu pada proses penghancuran maupun penyaringan yang kurang maksimal. Akan tetapi jika nilai rendemen dibandingkan dengan bahan baku awal, maka akan terjadi penurunan berat. Hal ini dikarenakan kandungan air yang cukup tinggi pada bahan baku. Selain itu penurunan nilai rendemen juga diakibatkan karena sifat karaginan mudah larut dalam air sehingga mudah terurai membentuk fraksi atau molekul yang lebih sederhana. Rendemen bahan kering dipengaruhi kadar air bahan awal dan akhir yang diinginkan. Dimana semakin tinggi kadar air dalam bahan, maka berat akhir yang dihasilkan akan semakin tinggi pula.

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, keragaman, dan daya tahan bahan pangan (Winarno 1996). Penentuan kadar air suatu bahan pangan perlu dilakukan sebab kadar air suatu bahan pangan dapat mempengaruhi tingkat mutu dari bahan tersebut. Kadar air yang tinggi perlu dikurangi agar terhindar dari mikroba, kapang, dan serangga sehingga memperpanjang masa simpannya (Sudiaman 1990 diacu dalam Andriani 2006). Pengeringan merupakan proses pengurangan sebagian kadar air bahan. Kadar air (Moisture Content) adalah berat air yang terdapat pada bahan, dinyatakan dengan persen basis basah (kadar air basah) atau persen basis kering (kadar air basis kering). Kandungan air dalam alga merah berkisar antara 11.4-23.5 % (Zaitsev et al 1969 diacu dalam Sukri 2006). Kadar air dari kappa karaginan memiliki nilai yang lebih rendah dari kadar air iota karaginan. Kappa karaginan memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan karaginan jenis iota.Dengan demikian molekul yang terikat pada sejumlah gugus sulfat lebih banyak dibandingkan jenis iota. Faktor terpenting yang mempengaruhi kelarutan karaginan adalah sifat hidrofilik molekul yaitu pada ester sulfat dan unit galaktopiranosa, sedangkan unit 3,6-anhidrogalaktopiranosa bersifat hidrofobik (Glicksman 1983 diacu dalam Ulfah 2009). Kadar air mengalami penurunan dengan adanya penambahan pengendap baik menggunakan pengendap Etanol maupun Isopropyl Alkohol.Hal ini disebabkan adanya pengendap mengakibatkan serat- serat karaginan lebih banyak terbentuk dan membentuk gel, sehingga kadar air dalam karaginan menjadi berkurang.

Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik, kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pembuatannya (Sukri 2006). Kadar abu pada kappa dan iota karaginan lebih banyak dihasilkan dengan menggunakan KCL daripada IPA. Perlakuan dengan KCL memberikan hasil kadar abu yang lebih besar,abu yang terbentuk berasal dari garam dan mineral yang menempel pada rumput laut yaitu K yang terkandung pada KCL. Kandungan garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, S dan trace element terutama Iodium (Winarno 1996). Kadar abu pada Tabel 1 menunjukan kandungan mineral pada iota karaginan lebih tinggi dibandingkan dengan kappa karaginan, namun hasil kadar abu kappa dan iota karaginan masih memenuhi standar mutu, karena batas maksimum kadar abu yang ditetapkan oleh FAC/FCC adalah 15-40% (Anonim 1994). Hal ini disebabkan perbedaan komposisi kimia dari unsur mineral yang terdapat pada masing-masing spesies rumput laut. Kondisi lingkungan juga mempengaruhi komposisi kimia-nya, semakin tinggi salinitas perairan, maka kandungan mineralnya semakin banyak, demikian pula posisi geografis suatu perairan, serta kedalaman penanaman rumput laut. Kedua faktor ini akan mempengaruhi distribusi nutrisi terhadap suatu perairan. Perairan daerah tropis memiliki intensitas cahaya matahari yang mencukupi bagi pertumbuhan rumput laut sehingga komposisinya lebih kompleks dibandingkan rumput laut yang hidup pada daerah subtropis. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air terutama Ca yang menempel pada bahan (rumput laut) (Sudarmadji 1984). Kandungan mineral total dalam bahan pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang merupakan residu an-organik yang tersisa setelah bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan mineralnya maka kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya apabila kandungan mineral sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit.

Viskositas merupakan faktor kualitas penting untuk zat cair dan semi cair (kental), hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas produk akhir (Joslyn 1970 diacu dalam Wadli 2005). Menurut Ostwal (1992) diacu dalam Wadli (2005) viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi dan suhu. Menurut Anggadiredja (2000), semakin tinggi suhu pengeringan nilai viskositasnya semakin tinggi. Hal ini diduga bahwa dengan kenaikan suhu pengeringan akan meningkatkan terbentuknya jumlah ester sulfat sehingga meningkat pula viskositasnya. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kadar viskositas kappa dan iota karaginan lebih tinggi diendapkan dengan menggunakan IPA daripada KCL. Hal ini disebabkan oleh kandungan sulfat masing-masing bahan yang berbeda. Adanya sulfat ini akan menyebabkan gaya tolak-menolak antara group sulfat bermuatan negatif sehingga rantai polimer akan tertarik kencang-kencang. Semakin kecil kandungan sulfat tepung karaginan, semakin kecil pula nilai viskositasnya tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Selain itu, hal ini diduga juga karena adanya interaksi gugus bermuatan KCl yang lebih reaktif dibandingkan dengan IPA dan IPA juga termasuk larutan non polar dengan daya kelarutan rendah terhadap karaginan, sehingga viskositas karaginan yang diekstraksi dengan IPA lebih tinggi dibandingkan dengan karaginan yang diekstraksi dengan KCl. Viskoitas larutan karaginan akan turun oleh peningkatan suhu. Pendinginan iota dan kappa karaginan akan meningkatkan viskositas, khususnya jika mendekati suhu pempentukan gel dan adanya kation K dan Ca karena mulai terjadi interaksi antar rantai molekul (Giseley et al. 1980 diacu dalam Ulfah 2009). Viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, inti elektrik, keberadaan elektrolit dan non elektrolit, teknik perlakuan, tipe dan berat molekul (Towle 1973 diacu dalam Sukri 2006).

Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis polisakarida yang terdapat dalam alga merah (Winarno 1990 diacu dalam Wadli 2005). Kadar sulfat pada kappa dan iota karaginan mempengaruhi nilai viskositas dan kekuatan gel. Nilai kadar sulfat kappa karaginan baik yang diendapkan dengan IPA (18,93 %) dan KCL (24,88 %) lebih rendah daripada kadar sulfat yang dihasilkan oleh iota karaginan yang diendapkan dengan IPA (19,58 %) dan KCL (27,13 %), namun kandungan sulfat karaginan yang diperoleh pada praktikum ini sudah sesuai standar karaginan yang dikeluarkan FAO yaitu sebesar 15-40% (Anonim 2003). Penurunan kandungan sulfat diakibatkan terjadinya reduksi sulfat menjadi sulfit dimana penurunan kadar sulfat yang terjadi dapat menyebabkan kekuatan gel semakin tinggi. Karaginan yang berkualitas adalah apabila kandungan sulfatnya rendah sehingga meningkatkan kekuatan gelnya (Murniyati et al.1994).

KESIMPULAN DAN SARAN

4.3 Kesimpulan

Kappa dan iota karaginan merupakan hasil produk olahan rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum. Tahapan pengolahan karaginan meliputi perendaman, penghancuran, pengekstraksian, penyaringan, pengendapan, penjemuran, dan penepungan. Rendemen kappa karaginan lebih tinggi daripada iota karaginan baik yang diendapkan dengan IPA maupun KCL sedangkan kadar air, kadar abu, kadar sulfat dan viskositas yang lebih tinggi dihasilkan oleh iota karaginan.

4.4 Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya digunakan pengaruh perlakuan lama ekstraksi dan cara pengeringan untuk mengetahui kondisi terbaik karaginan yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia karaginan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar