Rabu, 30 Maret 2011

KARAKTERISTIK DAN BENTUK OLAHAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

Laporan Praktikum ke-13 Nama Asisten : Rodieiser Sembiring

M.K Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan

KARAKTERISTIK DAN BENTUK OLAHAN UDANG VANNAMEI

(Litopenaeus vannamei)

Suhana Sulastri (C34070078)

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

Tanggal : 4 Juni 2009

ABSTRAK

Udang vannamei ini merupakan salah satu dari varietas jenis udang yang ada, dan merupakan alternative baru yang dapat bersaing dengan udang windu. Udang memilki karakteristik yang sama seperti komoditas hasil perikanan lainnya, yaitu mudah rusak (Perishable). Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku agar reaksi enzimatis, reaksi kimia serta pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dan kebusukan dapat dihambat. Proses pembekuan adalah yang paling sederhana dari cara pengawetan udang. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari rendemen udang, dan bentuk-bentuk produk olahan udang khususnya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini berupa pengukuran rendemen dan pembentukan produk olahan. Pengukuran rendemen dilakukan dengan membandingkan nilai rasio berat antara daging dengan dengan berat udang utuh, begitu pula pada rendemen kepala dan kulit. Berat rata-rata Head On ialah 14 gram, berat rata-rata Head Less 9,333 gram dan berat rata-rata PUD sebesar 8 gram. Salah satu produk olahan udang adalah udang beku. Produk olahan udang terdiri atas Head On, Head Less, Peeled Tail On, Peeled Deveined Tail On, Peeled Undeveined, Butterfly, dan Value Added Product. Rendemen udang terdiri atas tiga bagian yaitu rendemen daging yang merupakan bagian paling besar yaitu sebesar 57 %, kemudian rendemen kepala sebesar 33 % dan rendemen kulit sebesar 10 %. Komposisi kimia udang vannamei terdiri atas air sebesar 78,2 %; abu sebesar 1,5 %; lemak sebesar 0,8 %; protein sebesar 18,1 %; dan karbohidrat sebesar 1,4 %.

Kata Kunci : Udang Vannamei (L. Vannamei), rendemen, proksimat, bentuk olahan udang


1. PENDAHULUAN

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) memilki nama umum yaitu vannamei pacific white shrimp (Inggris), Camaran patlblanco (Spanyol) dan Crevette pattos blanhos (Perancis). Udang laut ini menyukai hidup di habitat pantai dengan dasar berlumpur. Karapas udang vannamei ini tembus cahaya sehingga cahaya masuk dan bagian dalam tubuhnya dapat terlihat (Dore dan Frimodt 1987, diacu dalam Irawan 2006).

Menurut Mc Intosh (2002), diacu dalam Irawan (2006), udang vannamei ini merupakan salah satu dari varietas jenis udang yang ada, dan merupakan alternative baru yang diharapkan dapat bersaing dengan udang windu. Keunggulan dari udang vannamei ini adalah sifatnya yang tahan stress sebagai akibat perubahan lingkungan, masa budidaya pendek (2-3 bulan) dan produksinya besar. selain itu, udang vannamei tahan terhadap penyakit white spot dan yellow head disease (YHD) dengan derajat kelangsungan hidup 85% (Dahuri 2001, diacu dalam Irawan 2006).

Menurut Boore (1931), diacu dalam Irawan (,2006), udang vannamei dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Arhtropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobranchiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Gambar 1. Litopenaeus vannamei

Sumber : Anonim 2009

Secara morfologi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua bagian yaitu bagain kepala yang sebenarnya terdiri dari gabungan bagian kepala dan dada menyatu (cepalototax) sedangkan bagian lainnya adalah bagian perut (abdomen) yang terdapa ekor dibelakangnya. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49 % dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41 % dan kulit 17-23 % (Purwaningsih 2000). Vaname berwarna putih bening sehingga sering sering disebut udang putih. Bentuk tubuh bercorak kebiru-biruan dari kromatofor yang berwarna biru dan terpusat diantara batas uropod dan telson (GSMS 2003, diacu dalam Priatna 2004). Udang vaname mampu tumbuh sampai ukuran 230 mm atau 9 inci (GSMS 2003, diacu dalam Priatna 2004).

Udang vaname lebih menyukai dasar yang berpasir dengan kedalaman sekitar 72 m dari permukaan laut (GSMS 2003, diacu dalam Priatna 2004). Keunggulan udang vaname bila dibandingkan dengan spesies lainnya yaitu lebih tahan terhadap stress, usia budidaya relatif pendek, pakan tidak memerlukan kandungan protein yang tinggi (hanya 28-32 %), serta memilkikelangsungan hidup yang cukup baik (Mc Intosh 2001, diacu dalam Priatna 2004).

Cina merupakan salah satu negara penghasil udang vannamei terbesar di dunia, sekitar 27.000 ton pada tahun 2002 dan meningkat menjadi 300.000 ton pada tahun 2003. Angka ini melebihi total vannamei di seluruh benua Amerika. Selain Cina, beberapa negara penghasil utama udang ini di Asia adalah Thailand, Vietnam, dan Indonesia (RAP-FAO 2004, diacu dalam Hadi 2006). Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar dunia dengan nilai ekspor antara 850 juta sampai 1 Milyar dollar tiap tahunnya. Jumlah industry pengolahan udang saat ini 170 unit dengan kapasitas terpasang sekitar 500.000 ton/tahun. Sekitar 70 % dari produksi udang nasional diolah untuk diekspor ke luar negeri, dan selebihnya (30 %) dijual di pasar local. Dalam beberapa tahun ini perkembangan budidaya udang vannamei di Indonesia terus meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya anggapan bahwa udang vannamei bebas atau tahan terhadap penyakit white spot, disamping produktivitsnya yang lebih baik. Perkembangan volume ekspor udang vannamei dari tahun 2000 sampai tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan ekspor udang vannamei tahun 2000-2003

Tahun

Volume (ton)

2000

144.000

2001

149.000

2002

164.000

2003

192.000

Sumber : Akiyama (2004), diacu dalam Irawan (2006)

Udang memilki karakteristik yang sama seperti komoditas hasil perikanan lainnya, yaitu mudah rusak (Perishable). Salah satu produk olahan udang adalah udang beku. Adapun bentuk umum dari olahan produk udang beku menurut Purwaningsih (2000) adalah Head On, Head Less, Peeled Tail On, Peeled Deveined Tail On, Peeled Undeveined, Butterfly, dan Value Added Product.

Produk olahan udang vanamei yang berupa produk beku dengan tujuan ekspor telah menghasilkan limbah yang berkisar antara 30-40 % dari berat total udang dimana limbah ini berupa kepala udang (Abubakar 1993, diacu dalam Ariesta 2007). Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan ekspor udang dari 106.374 ton pada tahun 1999 menjadi 134.214 ton pada tahun 2003 (BPS 2003, diacu dalam Ariesta 2007).

Usaha pemafaatan limbah telah banyak dilakukan. Kepala udang yang menyatu dengan jengger telah banyak dimanfaatkan dengan menjadikannya sebagai tepung yang digunakan sebagai makanan ternak (Manullang 1997, diacu dalam Ariesta 2007). Limbah ini juga dapat digunakan sebagai makanan tambahan dalam pembuatan terasi, kerupuk udang, dan sebagainya. Pemanfaatan limbah udang yang cukup baik telah dilakukan untuk memproduksi produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi dari sebelumnya seperti kitin, kitosan dan flavor (Feminia 1997, diacu dalam Ariesta 2007).

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari rendemen udang, dan bentuk-bentuk produk olahan udang khususnya udang vannamei (Litopenaeus vannamei).

2. METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain pisau, timbangan digital, baki, pinset. Bahan yang digunakan adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

2.2 Prosedur Kerja

Praktikum ini dibagi dalam dua tahap, yaitu pengukuran rendemen udang dan pembentukan produk olahan udang. Tahap pertama udang ditimbang berat utuhnya, kemudian dipisahkan antara kepala dengan badan udang. Badan udang ditimbang dan akan diperoleh berat kepala dengan menggunakan by difference (BD). Daging udang dipisahkan dari kulitnya, selanjutnya daging udang ditimbang dan akan diperoleh berat kulit dengan menggunakan by difference (BD). Tahap kedua udang dibentuk menjadi bentuk HO, HL, PTO, PDTO, PND, PUD, Butterfly, dan VAP. Diagram alir prosedur kerja pengukuran rendemen dan pembentukan produk olahan udang adalah sebagai berikut:



Udang vannamei (L. vannamei)


Pembentukan produk olahan

Pengukuran rendemen

Gambar 2. Diagram alir penentuan karakteristik udang

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Rendemen Udang Vannamei (L. vannamei)

Rendemen merupakan rasio berat antara daging dan berat udang utuh (Hadiwiyoto 1993, diacu dalam Afriwanty 2008). Perhitungan rendemen buh uddigunakan untuk memperkirakan berapa banyak dari tubuh udang yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Rendemen udang berbeda-beda tergantung dari jenisnya. Rendemen udang pada tiap jenis yang sama juga berbeda-beda tergantung dari ukuran/size. Nilai rendemen yang dihasilkan pada praktikum kali ini disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Diagram pie rendemen

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa rendemen udang terdiri atas tiga bagian yaitu rendemen daging yang merupakan bagian paling besar yaitu sebesar 57 %, kemudian rendemen kepala sebesar 33 % dan rendemen kulit sebesar 10 %. Nilai rendemen yang dihasilkan dalam praktikum kali ini cukup besar terutama untuk rendemen daging karena menurut Purwaningsih (2000) bahwa rendemen daging berkisar antara 24-41 %, rendemen kepala beratnya berkisar antara 36-49 %, dan kulit berkisar antara 17-23 %. Sedangkan rendemen udang windu dari bentuk HO menjadi HL rata-rata sebesar 64 %, dari HL menjadi PTO sebesar 87 % dan rendemen udang windu dari HL menjadi PD sebesar 83 %. Semakin banyaknya rendemen yang dihasilkan maka semakin banyak bagian yang dapat dimanfaatkan terutama dalam proses pengolahan selanjutnya. Rendemen daging pada tiap jenis udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rendemen udang pada tiap jenis udang

Jenis udang

Rendemen

Tiger Prawn

63-64 %

Udang pink besar dan kecil

65-68 %

Udang white laut dan tambak

68-70 %

Genjer

2-5 %

Sumber : Bagian Quality Control PT. Adijaya Guna Satwatama (2002), diacu dalam Carita (2004)

% rendemen = Bobot akhir (gram)x100%

Bobot awal (gram)


3.2 Komposisi Kimia Udang Vannamei

Udang merupakan makanan yang bergizi tinggi dengan kandungan lemak dan kalori yang rendah. Udang selain sebagai sumber protein, juga mengandung sebagian besar asam lemak. Asam lemak yang terkandung adalah jenis asam lemak tidak jenuh dengan gugus omega-3. Kadar asam lemak omega-3 yang terdapat dalam 100 g udang adalah sebagai berikut: total omega-3 sebesar 0,5 g; EPA sebesar 0,3 g; DHA sebesar 0,2 g (Mahmud 1987, diacu dalam Carita 2004). Hasil analis proksimat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia udang vannamei

Senyawa

Jumlah (%)

Air

78.2

Abu

1.5

Lemak

0.8

Protein

18.1

Karbohidrat

1.4

Sumber : Hadiwiyoto (1993)

Banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen disebut dengan istilah kadar air. Kadar air juga merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena adanya air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan.

Kadar air dalam bahan pangan menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno 1997). Kandungan air udang vannamei sebesar 78,2% (Hadiwiyoto 1993). Lemak merupakan salah satu kandungan gizi yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Secara kimiawi lemak termasuk ke dalam senyawa organik ester yang terbentuk dari reaksi alkohol dengan asam organik (Winarno 1997).

Udang mempunyai cita rasa yang enak disukai dan mempunyai harga tinggi di pasaran. Komponen yang memberikanc itarasa pada udang ini adalah asam amino yang terkandung dglisin dengan jumlah relative tinggi.. selain glisin, udang juga mengandung asam amino esensial yang penting bagi manusia antara lain lisin, arginin, tirosin, triptofan dan sistein (Purwaningsih 2000, diacu dalam Carita 2004).

Udang seperti crustacea pada umumnya mengandung asthaxanthin, yaitu suatu jenis karrotenoid yang berwarna merah muda atau merah. Warna kebiruan pada udang segar dihasilkan oleh ikatan asthaxanthin dengan protein. Jika terkena panas maka ikatan protein dengan asthaxanthin akan terputus sehingga menghasilkan warna merah kekuningan yang khas dari karotenoid bebas. Udang seperti komoditas perikanan lainnya, kaya akan kandungan nilai gizi. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya (Frank 1980, diacu dalam Irawan 2006). Kandungan vitamin larut air yang terdapat pada udang adalah vitamin B dan C, sedangkan vitamin larut larut lemakyang terdapat pada udang adalah A,D, dan vitamin E. pada udang selain kaya akan nilai protein dan lemaknya juga kaya kandungan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral yang terkandung pada udang terdiri atas kelompok mineral makro dan mineral mikro. Asam lemak yang terdapat pada udang terdiri atas asam lemak tidak jenuh.

Kandungan gizi pada udang dipengaruhi dengan proses pengolahan udang selanjutnya seperti penggorengan yang mengkibatkan larutnya vitamin yang larut lemak atau perebusan yang mengakibatkan vitamin larut airnya yang larut (berkurang). Kandungan gizi tidak terlalu berpengaruh selama proses penanganan udang namun berpengaruh dalam proses denaturasi protein yang mempercepat proses kemunduran mutu jika tidak ditangani dengan system C3Q (Cold, Clean, Careful. Dan Quickly)

3.3 Bentuk-bentuk Olahan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

Udang beku adalah udang segar yang telah dicuci bersih, didinginkan untuk mempertahankan suhu udang sekitar 0 ºC, kemudian baik langsung maupun setelah mengalami perlakukan pendahuluan, segera dibekukan pada suhu rendah maksimum -45ºC sehingga suhu pusat produk akhir menjadi maksimum -18ºC dan kemudian disimpan pada tempat penyimpanan dengan suhu maksimum -25 ºC dengan fluktuasi suhu1º C. Metode yang digunakan adalah air blast freezing dan contact plate freezing. Faktor utama yang mempengaruhi mutu produk beku adalah kesegaran bahan baku ketika dibekukan. Oleh karena itu dianjurkan bahwa selama penanganan, suhu udang harus dijaga tetap di bawah 4 ºC.

Bentuk-bentuk olahan udang yang dibekukan tergantung dari jenis udang, mutu bahan baku, dan pesanan dari pihak konsumen.

1.Head On (HO)

Produk Head On adalah produk udang beku yang utuh lengkap dengan kepala, badan, kulit, dan ekor.

2. Head Less (HL)

Produk Head Less adalah produk udang beku yang diproses dalam bentuk kepala sudah dipotong tetapi masih memiliki kulit, kaki, dan ekor. Pemotongan kepala dilakukan dari bagian bawah kepala ke atas. Bagian yang dipotong mulai dari batas kelopak penutup kepala sampai batas leher bagian atas. Bagian daging kepala yang tersisa sedikit dari pemotongan kepala biasa disebut genjer.

3. Peeled

Produk Peeled adalah produk udang beku tanpa kepala, kulit dan atau tanpa ekor. Bentuk pengolahan produk secara peeled dapat dibagi kedalam beberapa bentuk, antara lain:

v Peeled Tail On (PTO)

Produk Peeled Tail On (PTO) adalah produk udang beku tanpa kepala dan kulit dikupas mulai ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan.

v Peeled Deveined Tail On (PDTO)

Produk Peeled Deveined Tail On (PDTO) dalah produk yang menyerupai PTO, tetapi pada bagian punggung udang diambil vena (kotoran perut) dengan cara mencukit menggunakan cukit udang atau dengan cara membelah bagian punggung mulai dari ruas pertama atau kedua sampai ruas kelima.

v Peeled and Deveined (PND)

Produk Peeled and Deveined (PND) adalah produk udang yang seluruh kulit dan ekornya dikupas serta kotoran perutnya dibuang.

v Peeled Undeveined (PUD)

Produk Peeled Undeveined (PUD) adalah produk yang dikupas seluruh kulit dan ekor seperti produk PND tetapi tidak dikeluarkan kotoran perutnya.

v Butterfly

Produk Butterfly adalah produk udang beku yang hampir sama dengan produk PDTO dimana kulit udang dikupas mulai dari ruas pertama hingga ruas kelima sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan kemudian bagian punggung dibelah sampai bagian perut bawahnya, tetapi tidak sampai putus dan kotoran perutnya dibuang.

v Value Added Prroduct (VAP)

Bentuk VAP adalah produk udang beku yang mendapatkan perlakuan tambahan dengan cara melakukan pemanjangan badan (stretching) menurut panjang tertentu.

Berbagai macam produk olahan udang dapat dilihat pada Gambar 3-10.

Gambar 3. Butterfly Gambar 4. Head Less

Gambar 5. PDTO Gambar 6. PTO

Gambar 7. PTDO Gambar 8. PUD

Gambar 9. PND Gambar 10. HO

Pembuangan kepala udang perlu dilakukan secepatnya, sebab dalam pembuluh–pembuluh darah kepala (cephalotorax) banyak terdapat enzim polyphenol oxidase yang menyebabkan black spot. Disamping itu bagian kepala merupakan sumber kontaminasi sebab 75 % bakteri pembusuk bersumber pada usus yang berada pada bagian ini. Perebusan udang pada pembuatan cooked and peeled dan butterfly biasanya dilakukan pada suhu 170��F sampai 212��F selama 5 sampai 20 menit. Penyusutan berat selama perebusan 30 – 40%, hal ini dapat diperkecil hingga 15% dengan melakukan perebusan menggunakan uap jenuh yang suhunya 225��F sampai 260��F dengan tekanan 4–21 psi dalam waktu 3 – 6 menit dan kemudian segera dinginkan dengan air es (Wahyudi 2003)

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Udang vannamei merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang bernilai jual tinggi terutama untuk komoditas ekspor baik dalam bentuk segar maupun olahan (udang beku). Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku agar reaksi enzimatis, reaksi kimia serta pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan dan kebusukan dapat dihambat. Proses pembekuan adalah yang paling sederhana dari cara pengawetan udang. Pada praktikum kali ini dapat diketahui bahwa rendemen udang terdiri atas tiga bagian yaitu rendemen daging sebesar 57 %, rendemen kepala sebesar 33 % dan rendemen kulit sebesar 10 %. Komposisi kimia udang vannamei terdiri atas air sebesar 78,2 %; abu sebesar 1,5 %; lemak sebesar 0,8 %; protein sebesar 18,1 %; dan karbohidrat sebesar 1,4 %. Bentuk olahan produk udang beku antara lain Head On, Head Less, Peeled Tail On, Peeled Deveined Tail On, Peeled Undeveined, Butterfly, dan Value Added Product.

4.2 Saran

Produk udang segar maupun olahan yang mempunyai kualitas tinggi sebaiknya tidak diekspor seluruhnya supaya konsumen dalam negeri juga dapat menikmatinya. Penaganan udang harus lebih berhati-hati karena proses kemunduran mutu udang lebih cepat daripada ikan akibat tingginya kandungan protein. Bentuk-bentuk olahan udang diperbanyak dan dimodifikasi lagi untuk meningkatkan minat konsumen untuk mengkonsumsinya.


2 komentar: