Rabu, 30 Maret 2011

PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus)

PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus)

DI PT X

INDRAMAYU – JAWA BARAT

SUHANA SULASTRI

C34070078

Copy of ipb hitam

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan yang semakin ketat dalam memenuhi tuntutan pasar global, masalah keamanan pangan yang membuat konsumen semakin selektif dalam memilih produk dan upaya menjaga kepercayaan konsumen pada suatu produk, mengakibatkan perusahaan berusaha untuk selalu menjaga mutu produk yang dihasilkannya. Upaya tersebut berupa sistem pengendalian mutu yang baik terutama untuk produk-produk perikanan yang bersifat highly perishable seperti rajungan (Portunus pelagicus) yang permintaannya setiap tahun terus meningkat. Berdasarkan data Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP 2005), ekspor rajungan beku sebesar 2.813,67 ton tanpa cangkang, dan rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar 4.312,32 ton. Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka rajungan senantiasa dituntut memiliki mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu hasil perikanan.

Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan sistem yang tidak berdiri sendiri. Kelayakan dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam pengembangan sistem HACCP. Penerapan sistem HACCP tidak akan efektif apabila persyaratan kelayakan dasar unit pengolahan tidak terpenuhi. Selain itu, juga diperlukan adanya komitmen dan dukungan manajemen serta sarana dan sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan sistem tersebut. Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan Witjaksono 2001).

GMP (Good Manufacturing Practices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan keamanan pangan (food safety). SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong 2000).

Program kelayakan dasar erat kaitannya dengan mutu suatu produk seperti daging rajungan kaleng. Apabila program kelayakan dasar telah dilaksanakan dengan baik, maka penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan HACCP dapat dilaksanakan dengan efektif, sehingga diharapkan dapat menghasilkan daging rajungan kaleng yang berkualitas dan mampu bersaing dalam pasar global.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan praktek lapangan ini adalah :

a) Mempelajari proses pengolahan hasil perikanan khususnya pengalengan rajungan,

b) Mempelajari penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) pada industri pengalengan daging rajungan di PT X.

2. SISTEM KELAYAKAN DASAR

Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar penerapan sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik dan efektif. Program kelayakan dasar berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan untuk memberi kepastian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan (Winarno dan Surono 2004).

2.1 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar

Kelayakan dasar (prerequisite) yang diterapkan oleh PT X meliputi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP).

2.1.1 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur operasi standar untuk sanitasi yang diperlukan suatu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktek sanitasi (Taheer 2005).

2.1.1.1 Lokasi dan lingkungan

PT X terletak di Jalan Raya Juntinyuat Blok Kali (Sungai Gabus) RT 01 RW 01 Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Secara umum lokasi lingkungan perusahaan sudah cukup baik yaitu perusahaan tidak berada di daerah tempat pembuangan sampah, tidak dekat perkampungan yang padat penduduk dan kotor, tidak di daerah kering dan berdebu, tidak dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air, tidak dekat gudang pelabuhan dan sumber pengotor lainnya sehingga tidak akan terjadi penularan dan kontaminasi terhadap produk dan bahaya bagi masyarakat.

2.1.1.2 Denah konstruksi bangunan

PT X memiliki luas lahan sebesar 2300 m2 yang digunakan untuk berbagai bangunan fisik. Bangunan fisik pabrik antara lain kantor, ruang proses, ruang mekanik, gudang kering, pos satpam, musholla, dan ruang pertemuan. Layout dirancang oleh perusahaan untuk dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang pada daging rajungan dimana alur proses produksi dari awal sampai akhir berlangsung dalam satu arah. Selain itu, alur proses produksi berbeda dengan alur pergerakan karyawan. Layout perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.1.1.3 Langit-langit

Bahan untuk langit-langit di ruang proses merupakan bahan yang tidak rontok dan tidak berjamur sehingga dapat mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi serta mudah dibersihkan. Kondisi langit-langit juga tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, berwarna terang, tidak ada pipa-pipa yang terlihat dan tinggi langit-langit 3 m.

2.1.1.4 Dinding

Kondisi dinding di ruang proses produksi sudah baik karena terbuat dari bahan berupa keramik berwarna putih yang mudah dibersihkan, rata dan tidak retak-retak. Hingga ketinggian 1,2 m dinding ruang proses dibuat dari bahan yang tahan air dan mudah dibersihkan. Dinding dibersihkan sebelum, selama dan setelah proses. Pembersihan dilakukan dengan menyiram dinding dengan air, kemudian menyikat dan membilasnya dengan air klorin berkonsentrasi 200 ppm sebagai pembilasan terakhir. Pertemuan antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan. Menurut Winarno dan Surono (2004), bagian dinding sampai ketinggian 2 m dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia.

2.1.1.5 Lantai

Konstruksi lantai di ruang proses terbuat dari bahan berupa keramik yang mudah dibersihkan, lantai dibuat miring dengan derajat kemiringan sebesar 4˚ untuk menghindari adanya air yang tergenang, pertemuan lantai dengan dinding tidak membentuk sudut atau siku. Permukaan lantai halus tetapi tidak licin dan tidak kasar agar mudah dibersihkan.

Lantai ruang proses dibersihkan sebelum, selama dan setelah proses selesai menggunakan air bersih dan dibilas dengan larutan klorin 200 ppm. Sebelum proses produksi dimulai, petugas sanitasi menyiram lantai dengan air dan menyikatnya dengan sapu garuk karet untuk menghilangkan bau klorin sisa pembersihan lantai kemarin. Selama proses produksi berlangsung petugas sanitasi juga menjaga kebersihan dengan selalu mengambil kotoran yang tercecer di lantai dan membersihkan genangan air. Setelah proses produksi berlangsung, petugas sanitasi membersihkan saluran pembuangan dan membersihkan lantai dengan sapu garuk karet. Langkah terakhir adalah menyiram lantai dengan air klorin berkonsentrasi 200 ppm.

2.1.1.6 Penerangan

Setiap ruangan dilengkapi dengan penerangan yang cukup (30 foot candles). Ruang sortasi dan ruang laboratorium yang membutuhkan ketelitian lebih tinggi diberi lampu yang lebih terang (50 foot candles). Warna dasar lampu adalah putih. Setiap lampu dalam ruang proses dilengkapi dengan pelindung yang terbuat dari mika.

2.1.1.7 Ventilasi

Di dalam ruang proses produksi tidak terdapat ventilasi. Akan tetapi, fungsi ventilasi untuk sirkulasi udara digantikan dengan alat exhaust fan dan air conditioner (AC). Sistem perputaran udara dalam ruang produksi dilakukan menggunakan air conditioner (AC) yang terus menerus menghembuskan udara dingin ke seluruh ruangan dan exhaust fan yang menyedot udara panas dari dalam ruangan sehingga dapat mencegah terjadinya kondensasi uap.

2.1.1.8 Pintu

Pintu masuk ke ruang produksi terbuat dari bahan yang kedap air, pintu dilengkapi dengan door closer, tahan karat, halus, rata, tahan air dan mudah dibersihkan serta dilengkapi plastik curtain. Selain itu, di dekat pintu juga dipasang alat pencegah serangga berupa lampu penarik serangga (insect killer).

2.1.1.9 Saluran pembuangan

Instalasi saluran pembuangan air limbah di ruang produksi terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tahan karat, halus, dan rata. Saluran pembuangan yang menuju ke luar ruang pengolahan dilengkapi dengan alat pelindung berupa filter screen untuk menghindari masuknya tikus ke dalam ruang proses.

2.1.1.10 Keamanan air

Air yang digunakan untuk proses produksi di PT X memiliki ciri-ciri yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air PAM di PT X sebelum dialirkan ke unit pengolahan, terlebih dahulu ditampung dalam bak penampungan (tandon) dan dilakukan proses filtrasi untuk menjamin keamanannya. Pengujian air dilakukan setiap 6 bulan oleh pihak laboratorium Perusahaan Air Minum (PAM) Kota Cirebon (Lampiran 2). Air yang digunakan di PT X untuk proses pengolahan daging rajungan kaleng telah memenuhi persyaratan air proses yaitu air mengandung TPC < 100, E.coli atau Coliform < 3, Salmonella dan Vibrio cholerae negatif. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan memenuhi persyaratan secara kimia.

2.1.1.11 Es

Perusahaan tidak memproduksi sendiri es yang akan digunakan pada proses pengolahan daging rajungan melainkan es dibeli dari pabrik-pabrik es yang ada di sekitar perusahaan. Es yang digunakan oleh perusahaan tersebut berasal dari air PAM (potable water) yang dibuktikan dengan sertifikat kelayakan dari supplier es. Lantai ruang penampungan es terbuat dari keramik, dinding dan langit-langit dilapisi dengan bahan kedap air. Tetapi, es ini ternyata belum memenuhi persyaratan yang telah ditentukan karena berdasarkan hasil uji diketahui bahwa es yang digunakan oleh perusahaan mengandung TPC > 100, E.coli dan Coliform > 3. Persyaratan air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.907/Men.Kes/SK/VII/2002, yaitu air minum tidak boleh menggandung bakteri koliform, baik itu untuk koliform tinja dan total koliform (PERMENKES 2002).

2.1.1.12 Penanganan limbah

Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan terdiri dari limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan perusahaan langsung dialirkan menuju unit penampungan limbah yang terdapat di PT X, yaitu berupa dua bak penampungan limbah. Limbah yang masuk ke dalam bak penampungan akan mengalami proses pengendapan dan filtrasi. Pembersihan kedua bak ini dilakukan setiap bulan dengan cara penyedotan air limbah yang dialirkan atau dibuang langsung ke laut. Pengujian air limbah dilakukan oleh PAM Kota Cirebon dan hasil pengujian air limbahnya dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan alur limbah dapat dilihat pada Lampiran 4.

Adapun penanganan limbah padat berupa sampah dari ruang proses (sampah daging dan plastik) yaitu sampah dipisahkan menurut jenisnya. Sampah dibuang secara bertahap agar tidak menyebabkan kontaminasi pada produk dan tempat sampah diberi tutup agar tidak mengundang lalat. Tempat sampah pengumpul sementara sebelum dibuang ke luar pabrik tidak ditempatkan di dekat ruang proses melainkan di ruang pencucian dan dibersihkan setiap hari (pagi dan sore hari).

2.1.1.13 Pembersihan permukaan yang kontak dengan produk

Pemukaan bahan yang kontak dengan produk misalnya stoples, nampan, baskom, dan kaleng terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus sehingga mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Pembersihan alat-alat seperti nampan dan baskom dilakukan sebelum dan setelah proses produksi dengan cara menyikat peralatan menggunakan air yang mengandung ammonium quarternat (sterbac) dengan konsentrasi 25 ppm, sedangkan pencucian kaleng menggunakan air hangat 50 ˚C yang dilakukan pada saat kaleng akan digunakan. Peralatan tersebut terbuat dari bahan-bahan yang tidak korosif dan tidak beracun.

2.1.1.14 Pencegahan kontaminasi silang

Kontaminasi silang adalah pencemaran kembali produk pangan yang sudah bermutu dan aman oleh cemaran-cemaran fisik, kimia atau biologis. Kontaminasi silang dapat terjadi karena pencemaran melalui air atau udara yang kotor, dan karena pencemaran lainnya (Rahayu 2002). Peluang terjadinya kontaminasi silang di PT X cukup berpotensial karena setiap peralatan tidak diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang. Sebagian peralatan yang kotor tidak dibersihkan di ruang khusus melainkan proses pembersihan dilakukan dalam ruang produksi dan ditemukan juga adanya basket yang berisi stoples dan es yang bersentuhan langsung dengan lantai sehingga dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang. Di dalam ruang pengolahan belum tersedia tempat cuci tangan yang memadai. Selain itu, pekerja yang menangani bahan baku sebaiknya tidak menangani produk akhir untuk meminimalisasi kemungkinan kontaminasi silang.

Secara umum, desain kontruksi bangunan perusahaan sudah cukup baik dalam upaya mencegah perpindahan kontaminan dari area yang kotor ke area yang bersih. Kondisi tersebut didukung dengan penerapan alur produk yang satu arah yaitu alur produk dan alur karyawan itu berbeda, pemberian sekat antara unit pengolahan dan setiap ruang proses terdapat plastic curtain.

2.1.1.15 Higiene pekerja

Sebelum memasuki ruang produksi para pekerja sudah harus memakai pakaian khusus, sepatu boot dan kerudung penutup rambut dan wajah yang seluruhnya dalam kondisi yang bersih. Masing-masing pekerja diberi baju seragam dengan dua variasi untuk memudahkan kontrol penggantian seragam. Seragam yang disediakan oleh perusahaan adalah seragam yang tidak memiliki saku untuk menghindari dibawanya barang-barang pribadi ke dalam ruang proses dan seragam tidak boleh digunakan di luar ruang proses atau area non saniter. Selanjutnya, pekerja mencuci muka dan tangan dengan sabun dan air hangat bersuhu 40 – 43 ˚C yang telah disediakan, tangan dikeringkan dengan hand dryer dan sepatu boot disanitasi dengan air berklorin 200 ppm sebelum masuk ruang proses.

Kondisi pekerja yang masuk ke dalam perusahaan harus dalam keadaan sehat, karyawan yang menunjukkan gejala batuk pilek, sakit typus, gatal-gatal atau koreng pada kulit, sakit mata (belekan) dan sakit telinga tidak diizinkan untuk masuk ruang proses, dan harus menunjukkan surat keterangan dokter sebagai bukti. Karyawan tidak boleh memakai obat-obatan yang mengandung kloramfenikol, tidak boleh memakai kosmetik seperti bedak, lipstik, hand body lotion, dan lain-lain. Karyawan juga dilarang menggunakan jam tangan, perhiasan (cincin, anting, gelang dan kalung) untuk menghindari kontaminasi silang dan kemungkinan jatuh ke dalam produk. Selain itu para pekerja dilarang memiliki kuku panjang dan memakai cat kuku, yang dilakukan pengecekan setiap minggu. Pengecekan kesehatan karyawan dilakukan setiap 1 tahun sekali.

2.1.1.16 Pemeliharaan peralatan dan wadah

Alat-alat yang kontak langsung dengan produk terbuat dari bahan plastik dan stainless steel yang bersifat halus, tahan karat, tahan air dan tahan terhadap bahan kimia. Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menjamin pelaksanaan sanitasi dan higiene. Pembersihan setiap peralatan yang digunakan dalam setiap ruang proses seperti nampan dan baskom dilakukan oleh masing-masing bagian yang menggunakannya. Pembersihan dan pencucian peralatan ini dilakukan dengan cara dibilas dengan air tanpa menggunakan bahan desinfektan, sedangkan pencucian stoples dilakukan di ruang khusus pencucian. Pencucian stoples ini pun hanya menggunakan air dan air tersebut digunakan untuk 3-4 kali proses pencucian, hanya stoples yang sangat kotor dicuci menggunakan sterbac. Selain itu, peralatan lainnya seperti meja proses dibersihkan dengan sterbac dan basket dicuci dengan larutan klorin 15 ppm.

2.1.1.17 Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan

toilet

Perusahaan menggunakan bahan sanitasi berupa teepol, sterbac dan klorin. Teepol merupakan bahan kimia yang tidak berbau dan cukup efektif dalam membunuh mikroorganisme. Teepol digunakan untuk mencuci tangan karyawan. Sterbac digunakan untuk mencuci peralatan produksi seperti stoples, nampan dan baskom sedangkan klorin digunakan untuk mencuci lantai, mengisi air bak cuci kaki (foot bath) dan tangki pendinginan. Konsentrasi klorin yang digunakan untuk mencuci lantai dan mengisi foot bath sebesar 200 ppm, sedangkan konsentrasi klorin untuk tangki pendinginan hanya 5 ppm.

Perusahaan telah menetapkan prosedur pencucian tangan karyawan setiap 1 jam sekali dengan menggunakan bahan sanitasi yang telah ditentukan. Namun prosedur ini tidak diikuti dan dipatuhi oleh karyawan secara keseluruhan karena masih ditemukannya karyawan yang hanya mencuci tangan sebelum dan setelah proses selesai. Sebagian karyawan lainnya mencuci tangan dengan periode yang tidak tertentu tanpa menggunakan sabun yang telah disediakan. Jumlah bak cuci tangan di dalam ruang proses produksi sebanyak 8 buah. Jumlah ini belum mencukupi jika dibandingkan jumlah karyawan yang bekerja di ruang proses produksi sebanyak ± 300 orang. Ruang pengolahan (proses) harus dilengkapi dengan bak cuci tangan minimal satu untuk setiap 10 orang karyawan (Winarno dan Surono 2004). PT X berarti harus menyediakan minimal 30 fasilitas bak cuci tangan di ruang proses produksi.

Sarana toilet di PT X letaknya tidak berhubungan langsung dengan ruang proses pengolahan. Jumlah toilet yang ada di perusahaan hanya 11 buah. Jumlah ini sudah cukup untuk keperluan karyawan yang berjumlah sekitar 300 orang. Menurut Winarno dan Surono (2004), untuk 50 – 100 karyawan harus disediakan minimal 3 buah toilet dan setiap penambahan 50 karyawan ditambahkan 1 toilet. Secara umum kondisi toilet pabrik sudah cukup bersih. Kebersihan toilet selalu dijaga oleh petugas kebersihan, namun prasarana toilet masih kurang lengkap karena tidak disediakannya sabun dan pengering sekali pakai.

2.1.1.18 Pengendalian hama (pest control)

Pengendalian hama yang diterapkan di perusahaan menggunakan insect killer, penempatan glue trap, dan penggunaan bahan kimia. Insect killer ditempatkan di sekitar pintu masuk ruang produksi yang berhubungan dengan lingkungan luar. Mekanisme kerja insect killer, yaitu alat ini memancarkan cahaya yang dapat menarik perhatian serangga lalu serangga yang mendekati alat ini akan mati tersengat listrik. Glue trap adalah alat berupa perangkap yang mengandung lem sehingga serangga akan lengket di dalamnya, selain itu pada glue trap juga dipasang racun berbentuk kapsul untuk mencegah tikus masuk ke dalam ruang produksi. Saraf tikus yang memakan umpan tersebut akan diserang sehingga menyebabkan tikus akan berusaha mencari tempat yang berair untuk minum, sehingga tikus mati di luar area perusahaan. Penempatan glue trap di perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 5. Selain itu, Penyemprotan (spraying) juga dilakukan di lingkungan pabrik secara periodik bekerja sama dengan PT Rentokil Indonesia. Proses penyemprotan (spraying) ini bertujuan untuk mematikan serangga-serangga yang berjalan seperti kecoa dan semut.

2.1.1.19 Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan beracun yang benar

Semua bahan kimia atau bahan sanitasi harus diberi label nama bahan dan konsentrasinya, cara pemakaian dan standar konsentrasi yang diperbolehkan. Bahan kimia atau bahan sanitasi disimpan pada tempat yang aman dan terkunci. PT X memiliki ruang khusus untuk menyimpan bahan-bahan kimia atau bahan sanitasi yang masih dalam keadaan utuh seperti NaOCl, HCl, sterbac, teepol, dan aquades. Bahan-bahan tersebut disimpan dalam gudang kering. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada produk.

2.1.2 Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. (Thaheer 2008). Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara berproduksi yang baik sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Adapun tahapan proses pengalengan daging rajungan di PT X dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

2.1.2.1 Penerimaan bahan baku (raw material receiving)

Bahan baku berupa daging rajungan (Portunus pelagicus) berasal dari wilayah Cirebon, Indramayu, Jakarta, Belitung, dan Lampung. Daging rajungan diangkut dari miniplant dengan truk terbuka yang dilapisi terpal. Daging rajungan dimasukkan dalam stoples kemudian stoples tersebut disusun dalam blong atau fiber yang berisi es curai. Selanjutnya, karyawan receiving segera menimbang daging dengan cepat. Setelah itu, daging disusun kembali dalam basket berdasarkan asal daging dan jenis daging rajungan. Penanganan daging rajungan dilakukan dengan cepat, higienis dan hati-hati untuk mencegah kenaikan suhu dan kerusakan fisik. Daging rajungan yang menunggu proses lebih lanjut disimpan di dalam ruang pendingin. Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), penanganan bahan baku harus diterapkan sesuai dengan sistem FIFO (First In First Out), bahan baku yang menunggu proses lebih lanjut harus ditempatkan pada tempat yang saniter dan higiene untuk menghindari terjadinya kontaminasi.

Tahap selanjutnya dilakukan pengecekan mutu organoleptik oleh staf QC. Staf QC hanya menerima daging rajungan yang telah memenuhi persyaratan bahan baku. Persyaratan bahan baku yang diterima oleh perusahaan yaitu daging masih segar dengan suhu daging pada saat penerimaan 32 – 40 ˚F (0 – 4,4 ˚C), standar minimal nilai organoleptik 7 dengan spesifikasi yaitu penampakan cukup cemerlang, cukup bersih, sedikit berlemi, cukup seragam, bau cukup segar, tekstur cukup kompak, agak basah dan rasanya manis, serta tidak mengandung kloramfenikol yang dilakukan pengujian dengan metode ELISA Ridascreen Cloramfenikol. Apabila ditemukan daging rajungan yang telah mengalami proses perubahan secara biokimia dan fisik seperti daging rajungan menjadi kusam, basi, lunak dan ditemukannya benda asing maka bahan baku daging rajungan tidak akan diproses lebih lanjut atau dikembalikan kepada supplier. Jenis-jenis daging rajungan yang diolah oleh PT X antara lain jumbo, backfin, flower, spesial dan clawmeat. Jumbo merupakan daging yang terdapat pada bagian dada. Backfin merupakan daging yang berasal dari pecahan jumbo. Flower merupakan daging serpihan yang berbentuk seperti bunga. Spesial merupakan daging serpihan seperti flower namun tidak berbentuk seperti bunga sedangkan clawmeat merupakan daging yang dihasilkan dari bagian capit rajungan yang berwarna kemerah-merahan. Morfologi rajungan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan jenis-jenis daging rajungan dapat dilihat pada Lampiran 9.

2.1.2.2 Sortasi

Daging rajungan yang telah memenuhi standar mutu baik penampakan, warna, bau, dan lendir dimasukkan ke dalam ruang sortasi sedangkan daging yang tidak memenuhi standar mutu akan ditolak dan dipisahkan agar tidak tercampur dengan daging yang memenuhi standar. Proses sortasi dilakukan untuk menghilangkan cangkang (shell) dan benda asing dari daging rajungan. Proses ini dilakukan dengan cepat, hati-hati, mempertahankan sistem rantai dingin dan bersih serta suhu daging dipertahankan pada interval suhu 32 – 40 ˚F (0 – 4,4 ˚C) dengan cara menambahkan es curai di sekitar produk.

Proses penanganan dan pengolahan ini dilakukan dalam ruangan yang tertutup dengan suhu ruangan 20 – 25 ˚C dan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Perusahaan juga telah menerapkan sistem FIFO yaitu setiap bahan baku yang diterima perusahaan terlebih dahulu maka akan diproses lebih awal. Proses sortasi ini dilakukan dengan menggunakan dua nampan yang dibedakan warnanya yaitu nampan daging dan nampan es untuk menghindari cross contaminasi. Karyawan sortasi juga menggunakan pinset untuk membantu dalam proses pengambilan cangkang. Daging rajungan tidak boleh berhubungan langsung dengan es karena dapat mempengaruhi mutu daging.

2.1.2.3 Pencampuran (mixing)

Daging rajungan yang telah disortasi dicek mutu organoleptiknya oleh staf QC sebelum dicampur. Daging rajungan yang telah memenuhi standar, sesuai spesifikasi buyer dan berasal dari sumber yang berbeda dicampur dan diaduk dengan hati-hati untuk mencapai keseragaman produk. Daging rajungan yang mengalami proses pencampuran hanya untuk jenis daging clawmeat dan special dengan spesifikasi sesuai permintaan buyer. Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh staf QC. Daging yang telah dicampur segera dicek oleh staf QC untuk mengetahui kesesuaian standar organoleptik dan spesifikasi produk serta dilakukan pencatatan terhadap asal daging pencampuran untuk tujuan pelacakan. Proses pencampuran dilakukan dengan cara cepat dan hati-hati untuk mempertahankan mutu.

2.1.2.4 Pengisian (filling)

Daging rajungan diisi ke dalam kaleng berdasarkan jenis dan spesifikasi dari produk yang disesuaikan dengan spesifikasi permintaan buyer. Persyaratan daging rajungan dalam kaleng yang akan diekspor yaitu minimal nilai organoleptiknya 4 dengan spesifikasi penampakan cukup cemerlang, cukup bersih, sedikit berlemi, cukup seragam, bau cukup segar, tekstur cukup kompak, kurang utuh, agak basah dan rasanya cukup manis, tidak mengandung kloramfenikol, dan tidak ada benda asing. Persyaratan mutu dan kemananan pangan daging rajungan kaleng menurut SNI 6929.1:2010 dapat dilihat pada Lampiran 10.

Saat pengisian daging ke dalam kaleng juga dilakukan penambahan SAPP (sodium acid pyrophoshpate) sebanyak 6 ml (1,26 gram/kaleng). Penambahan SAPP bertujuan sebagai bahan pengawet daging rajungan dan mempertahankan warna daging rajungan. Proses pengisian daging dalam kaleng dilakukan dengan cepat dan hati-hati.

2.1.2.5 Penimbangan (weighing)

Sebelum dilakukan proses penimbangan, timbangan dikalibrasi menggunakan anak timbangan dan diatur sesuai berat kaleng kosong. Daging rajungan kemudian ditimbang sesuai ukuran masing-masing kaleng. Berat bersih produk adalah 16 oz (0,454 kg), 12 oz (0,340 kg), 8 oz (0,227 kg), dan 6 oz (0,172 kg). Perusahaan memiliki toleransi over weight sebanyak 2 gram dan tidak ada toleransi under weight. Hal ini dilakukan untuk mengestimasi terjadinya penyusutan berat daging rajungan pada proses selanjutnya seperti penyimpanan. Berat bersih dicek dengan cara sampling setiap jam. Kalibrasi eskternal untuk timbangan dilakukan setiap tahun.

2.1.2.6 Penutupan kaleng (seaming)

Sebelum dilakukan proses penutupan kaleng, mesin seamer dicek double seam oleh QC dengan menggunakan kaleng kosong kemudian overlap dan free wrinkle diukur, sedangkan selama proses produksi dilakukan pengecekan hasil double seam setiap jam atau maksimal 3 basket. Standar overlap setiap jenis kaleng berbeda sesuai permintaan buyer. Setiap kaleng yang sudah ditutup dicek double seam secara visual oleh operator sambil membersihkan sisa daging yang ada pada lipatan kaleng. Apabila selama proses ditemukan penyimpangan maka proses seaming dihentikan dahulu untuk dilakukan tindakan koreksi terhadap proses dan produk. Setelah selesai proses penutupan kaleng, setiap kaleng diberi kode produksi dan batas kadaluarsa pada bagian bawah kaleng untuk tujuan pelacakan. Produk hasil pengalengan kemudian disusun dalam batch. Selanjutnya, produk segera dipasteurisasi.

2.1.2.7 Pasteurisasi (pasteurizing)

Tangki yang digunakan untuk proses pasteurisasi berukuran maksimal 8 batch, setiap batch berisi 84 kaleng ukuran 16 oz. Suhu pasteurisasi yang diterapkan di PT X antara 185 – 189 ˚F (85 - 87,2 ˚C) dengan total waktu pasteurisasi sesuai berat produk dan ukuran kaleng. Apabila suhu air pasteurisasi di luar range standar maka dilakukan tindakan koreksi yaitu produk dihold untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut. Waktu yang digunakan untuk pasteurisasi antara lain 140 menit untuk kaleng ukuran 401 x 301 dengan berat 16 oz, 130 menit untuk kaleng ukuran 401 x 301 dengan berat 12 oz, 110 menit untuk kaleng ukuran 307 x 206 dengan berat 8 oz. Pengecekan suhu produk dengan F-value yang dilakukan setiap 5 menit menggunakan 3 sampel setiap tangki, sedangkan pengecekan suhu air pasteurisasi menggunakan MIG (Mercury in Glass) atau termometer digital setiap 15 menit, kemudian dicatat dalam form. Pengecekan suhu ini dilakukan oleh QC pasteurisasi.

2.1.2.8 Pendinginan (chilling)

Tangki yang digunakan untuk proses chilling juga berukuran maksimal 8 batch, setiap batch berisi 84 kaleng ukuran 16 oz. Sebelum proses chilling dimulai terlebih dahulu dimasukkan es ke dalam tangki chilling dan ditambahkan larutan klorin 5 ppm. Kemudian, setelah proses pasteurisasi selesai, basket yang berisi produk dipindahkan dari tangki pasteurisasi langsung direndam dalam tangki chilling pada suhu 32 – 34 ˚F (0 – 1,1 ˚C). Total waktu pendinginan disesuaikan dengan jenis produk dan berat produk yaitu 120 menit untuk produk kaleng 16 oz.

2.1.2.9 Pengemasan dan pelabelan

Pengemasan daging rajungan sangat bergantung permintaan dari pembeli. Umumnya daging rajungan dikemas dalam kemasan primer (kaleng) yang selanjutnya dimasukkan dalam kemasan sekunder (master carton). Setiap master carton berisi 12 kaleng ukuran 16 oz atau 12 oz. Produk yang telah dikemas kemudian dicek oleh QC packing meliputi jumlah kaleng, jenis produk dan brand sesuai label yang tercantum pada master carton serta kode produksi dapat terbaca dengan jelas. Setelah itu, produk yang telah dicek kemudian diberi stempel ”QC passed”. Produk yang sudah dikemas segera disimpan dalam chilled storage.

Proses pengemasan dan pelabelan ini dilakukan pada kondisi yang higienis sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang pada produk. Secara umum, pengemasan yang dilakukan oleh PT X telah sesuai Kep.01/MEN/2007.

2.1.2.10 Chilled storage

Daging rajungan kaleng yang telah dikemas dalam master carton, kemudian disimpan dalam chilled storage dengan suhu penyimpanan antara 32 – 40 ˚F (0 – 4,4 ˚C). Kontrol suhu penyimpanan dilakukan setiap jam oleh staf mekanik dan suhu ruang pendingin secara terus-menerus direkam dengan menggunakan perekam suhu. Penyusunan master carton dalam chilled storage dilakukan dengan rapi menggunakan alas berupa pallet agar master carton tidak bersentuhan langsung dengan lantai chilled storage. Penyusunan produk sesuai dengan brand dan jenis produknya dengan tidak melewati batas red line agar tidak menutupi evaporator. Produk yang satu dengan yang lain jaraknya diatur sedemikian rupa sehingga sirkulasi udara di dalam chilled storage dapat berjalan dengan baik. Penyimpanan produk sesuai dengan sistem first in first out (FIFO). Penyusunan produk dalam chilled storage tidak diperkenankan menutupi evaporator karena bisa menganggu sirkulasi udara dingin sehingga susunan produk yang paling dekat dengan evaporator akan lebih rendah daripada susunan produk yang jauh dari evaporator. Adapun penyusunannya antara lain tinggi maksimal stuffle I sebanyak 19 master carton (mc), tinggi maksimal stuffle II dan III sebanyak 20 mc dan tinggi maksimal stuffle IV sebanyak 21 mc. Pintu chilled storage tidak boleh dibuka terlalu lama, untuk mencegah kenaikan suhu dalam chilled storage.

2.1.2.11 Pengiriman produk (stuffing)

Proses pengiriman produk yang dilakukan oleh PT X ialah proses pemindahan master carton yang berisi daging rajungan kaleng ke dalam container untuk dibawa ke pabrik pusat yaitu PT Windika Utama yang bertempat di Semarang. PT Windika Utama ini yang melakukan ekspor. Produk yang akan dibawa ke PT Windika Utama dikeluarkan dari chilled storage dengan cepat dan hati-hati. Pengiriman produk dilakukan menggunakan container dengan kapasitas 400 – 500 master carton yang memiliki mesin pendingin dengan suhu diatur 0 oC. Suhu container diatur pada 0 oC dan dijaga mulai dari produk dimasukkan dalam container hingga sampai ke PT Windika Utama. Penyusunan master carton dalam container tidak melebihi red line atau garis pada container yang menunjukkan batas tertinggi tumpukan produk. Selain itu, staf QC juga harus membuat rekomendasi untuk pengeluaran produk berdasarkan dari hasil analisis laboratorium.

2.2 Penilaian Penerapan Sistem Kelayakan Dasar

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No. Per.011/DJ-P2HP/2007, sertifikat kelayakan pengolahan adalah sertifikat yang diberikan kepada unit pengolahan ikan (UPI) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), serta memenuhi persyaratan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) dan Good Hygiene Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari otoritas yang berkompeten. Hasil penilaian yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan DKP terhadap PT X adalah nilai ”A” dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) No.99/PP/SKP/PK/VIII/03/10 (Lampiran 11). Namun, berdasarkan hasil penilaian menggunakan Daftar Penilaian Unit Pengolahan Ikan yang diterbitkan oleh Ditjen PPHP tahun 2007 (Lampiran 12) di lapangan, menunjukan bahwa PT X memperoleh SKP dengan nilai kelayakan dasar “B” yang terdiri atas 3 penyimpangan minor, 7 penyimpangan mayor, dan 2 penyimpangan serius. Hasil penilaian ketidaksesuaian atau penyimpangan tersebut sebagai berikut:

2.2.1 Penyimpangan minor

Penyimpangan minor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi atau dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan minor yang terdapat di perusahaan yaitu :

1) Peralatan permukaan yang kontak dengan produk tidak diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda.

Permukaan yang kontak dengan produk terdiri atas baskom, nampan, dan stoples. Adanya penyimpangan ini dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang pada daging rajungan yang berpotensi mempengaruhi mutu daging rajungan.

2) Sebagian peralatan kerja tidak dicuci dengan bahan desinfektan.

Peralatan kerja yang tidak dicuci dengan bahan desinfektan berkemungkinan masih mengandung sisa-sisa kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminan terhadap daging rajungan sehingga berpotensi mempengaruhi mutu daging.

3) Adanya bahan kimia yang memiliki tanda peringatan.

Bahan kimia yang memiliki tanda peringatan berarti bahan kimia tersebut cukup berbahaya bagi manusia dan apabila terkontaminasi pada produk pangan akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan itu sendiri.

2.2.2 Penyimpangan mayor

Penyimpangan mayor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempunyai potensi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan mayor yang terjadi di perusahaan yaitu :

1) Tidak tersedianya ruang ganti.

Tidak tersedianya ruang ganti pakaian bagi karyawan menyebabkan karyawan akan mengganti pakaian kerja di area yang kurang saniter sehingga pakaian dapat terkontaminasi dengan cemaran biologis, fisik dan kimia sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.

2) Kran air dioperasikan dengan tangan

Penyimpangan ini berpotensi mempengaruhi keamanan pangan karena kran air yang dioperasikan dengan tangan dapat menyebabkan terjadinya cemaran biologis dan fisik yang dapat menganggu dan merugikan kesehatan manusia.

3) Adanya lantai ruang pengolahan yang retak

Lantai yang retak dapat berfungsi sebagai tempat terakumulasinya kotoran yang berpotensi menganggu dan merugikan kesehatan manusia.

4) Ditemukan adanya es sisa yang digunakan kembali untuk proses selanjutnya.

Es yang digunakan di perusahaan tidak dibuat menggunakan air yang memenuhi persyaratan sehingga apabila digunakan berulang kali dapat berpotensi mempengaruhi keamanan pangan yang mengganggu dan merugikan kesehatan manusia.

5) Kondisi AC dan exhaust fan berdebu.

Kondisi AC dan exhaust fan yang berdebu dapat menjadi sumber kontaminasi melalui cemaran biologi dan fisik yang berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.

6) Adanya pekerja yang mengenakan peralatan kerja yang sudah kotor.

Peralatan kerja yang sudah kotor merupakan wadah atau tempat yang paling sesuai sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminsi terhadap produk sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.

7) Adanya karyawan yang mencuci tangan tidak menggunakan bahan desinfektan.

Tangan yang tidak dicuci dengan bahan desinfektan dapat mencemari produk sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.

2.2.3 Penyimpangan serius

Penyimpangan serius adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan serius terdapat di PT X yaitu :

1) Jumlah tempat cuci tangan di ruang pengolahan tidak memadai.

Tempat cuci tangan yang ada di ruang pengolahan hanya ada 8 buah dan tempat cuci tangan yang tersedia di ruang pengolahan hanya berupa baskom berisi air sedangkan jumlah karyawan ± 300 orang. Tidak memadainya tempat cuci tangan bagi karyawan ini dapat mempengaruhi keamanan pangan karena adanya cemaran biologis dan fisik yang masih tertinggal pada tempat cuci tangan sehingga dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

2) Penanganan es yang tidak saniter oleh karyawan.

Penanganan es yang dilakukan oleh karyawan tidak cukup saniter karena ditemukannya karyawan yang merapikan es dalam basket di ruang penyimpanan es dengan menggunakan sepatu boot padahal sepatu boot tersebut tidak dicuci dengan klorin 200 ppm sehingga dapat mempengaruhi keamanan pangan.

2.2.4 Penyimpangan kritis

Penyimpangan kritis adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Tidak ditemukannya adanya penyimpangan kritis di PT X.

3. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1 Kesimpulan

Tahapan proses pengalengan daging rajungan di PT X yaitu penerimaan bahan baku, sortasi, pencampuran, pengisian daging dalam kaleng, penutupan kaleng, pasteurisasi, pendinginan, pelabelan, penyimpanan dan stuffing. Secara keseluruhan, prosedur penerapan program kelayakan dasar (GMP dan SSOP) yang disusun oleh PT X sudah cukup baik dan sesuai dengan program kelayakan dasar yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi beberapa penyimpangan yang pada akhirnya memberikan penilaian yang kurang baik terhadap proses produksi daging rajungan kaleng.

Penyimpangan yang terjadi di perusahaan terdiri atas 3 penyimpangan minor, 7 penyimpangan mayor, dan 2 penyimpangan serius. Penyimpangan ini mengakibatkan PT X memperoleh nilai kelayakan dasar “B”. Hal ini tidak sesuai dengan dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (DJP2HP) dengan rating “A” maka perlu dilakukan tindakan koreksi untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

3.2 Rekomendasi

Tindakan koreksi yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan antara lain melakukan perbaikan-perbaikan dan penyediaan fasilitas produksi seperti perbaikan lantai yang retak di ruang receiving, penyediaan sabun dan pengering sekali pakai di toilet, dan pemberian tanda yang jelas pada setiap peralatan untuk area kerja yang berbeda. Perusahaan juga hendaknya menyediakan ruang ganti pakaian, menempatkan bahan kimia di ruang khusus dan terkunci. Selama penanganan bahan baku dan produk diupayakan dengan sistem rantai dingin tidak terputus. Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat pada setiap tahap proses agar tidak ada pekerja yang melanggar peraturan dan melakukan teguran yang keras pada karyawan yang sering melakukan pelanggaran.